Oleh : Amirul Ulum
Sedikit sekali data yang menerangkan tentang sosok Sayyid Syambu Lasem atau Sayyid Abdurrahman Basyaiban (Mbah Syambu Lasem). Ada beberapa versi dalam mengungkap sosok Sayyid Syambu, ada yang mengatakan bahwa ia bernama asli Sayyid Abdurrahman yang merupakan putra dari Pangeran Benowo ibn Jaka Tingkir. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah seorang Sayyid Basyaiban yang bernama Abdurrahman ibn Sayyid Hasyim. Dan ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah menantu Pangeran Benawa ibn Jaka Tingkir, dari pernikahan tersebut lahirlah lima keturunan, yaitu Syaikh Abdul Adhim, Syaikh Abdul Halim, Syaikh Ahmad Nur Salim, Syaikh Yusuf, dan Nyai Kusumayudha.
Babad Lasem dalam menyajikan data tentang Sayyid Syambu berbeda dengan kebanyakan yang diketahui orang. Dalam versi ini Mbah Syambu atau Sayyid Abdurrahman merupakan seorang ulama Samarkhan yang menyebarkan agama Islam sebagaimana Sunan Bejagung (Adipati Tuban dengan gelar Arya Teja II) yang menjadi mertua Sunan Ampel (menikah dengan Nyai Ageng Manila) yang menurunkan Sunan Bonang di Lasem dan Nyai Ageng Malokah (Adipati Lasem).
Syambu Syambu diminta oleh Tejakusuma I untuk ikut serta dalam menyebarkan dan mengembangkan Islam di Kadipaten Lasem. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nyai Ageng Malokah. Ketika suami Nyai Ageng Malokah, Prabu Wiranegara meninggal (1401 Saka), jabatan Adipati Lasem diserahkan kepadanya. Pada saat memerintah Lasem, ia memindahkan pusat Kadipaten Lasem yang asalnya bertempat tinggal di Bonang-Binangun dipindah di Cologawen. Istana yang ada di Bonang-Binangun diserahkan kepada adiknya, Raden Makhdum Ibrahim yang keilmuannya sudah diwisuda oleh Sunan Ampel dan Sunan Giri. Di Bonang tersebut, Raden Makhdum Ibrahim menjadikan markas dakwahnya, membangun masjid, pesantren, dan kediamannya. Karena Raden Makhdum Ibrahim merupakan ulama yang dipasrahi masalah keagamaan yang ada di Bonang, maka ia dikenal sebagai Sunan Bonang. Pesantren yang diasuhnya menjadi incaran banyak thalabah yang bertebaran dari berbagai penjuru Nusantara.
Semenjak Islam masuk di Kadipaten Lasem yang kemudian para pembesar kadipaten seperti Prabu Wirabraja dan Prabu Wiranegara menganut ajaran tersebut, maka ajaran Islam di wilayah Lasem semakin berkembang dan menjadi salah satu pusat peradaban Islam. Hal ini tidak lain disebabkan adanya ulama handal yang didatangkan untuk ikut serta dalam mengembangkan Islam seperti Sunan Bonang dan Sayyid Syambu.
Sebagaimana tradisi raja-raja terdahulu, jika ada orang yang dianggap berpengaruh dan membawa kemajuan bagi wilayah kekuasaannya, maka mereka akan menjalin hubungan kekeluargaan, seperti diambil menjadi menantu atau dinikahkan dengan kerabatnya. Karena merasa tertarik dengan keberadaan Sayyid Syambu, maka Tejakusuma I (Mbah Srimpet) menjadikannya sebagai seorang menantu. Ia dinikahkan dengan salah satu putrinya dari garwa selir. Dengan cara seperti ini, maka hubungan keduanya menjadi semakin dekat.
Keturunan Sayyid Syambu kebanyakan menjadi orang alim atau berpengaruh di kemudian hari, seperti kiai-kiai yang ada di Lasem, Sarang, Kajen, Jombang, dan lain-lain. Di antara keturunan Sayyid Syambu yang menjadi ulama berpengaruh adalah Syaikh Ahmad Mutamakkin, Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Baidlowi al-Lasemi, Kiai Hamid Pasuruan, Kiai Ahmad Shiddiq Jember, Kiai Sahal Mahfud, Kiai Zubair Dahlan, dan Gus Dur.

Sayyid Syambu wafat pada 1575 Saka dengan usia 61 tahun. Ia dimakamkan di utara Masjid Jami’ Lasem (zaman dahulu) bersama dengan istrinya. Makam tersebut sampai sekarang ramai diziarahi orang yang berasal dari berbagai penjuru.
Penting untuk diketahui bahwa dalam rentetan nasab Sayyid Syambu telah terjadi perbedaan pendapat. Menurut Abdul Karim Hasyim nasab Sayyid Syambu adalah Sayyid Syambu ibn Pangeran Benowo ibn Jaka Tingkir ibn Lembu Peteng (Brawijaya VII). Nasab ini sebagaimana kebanyakan yang dirujuk atau sama dengan nasab-nasab yang ditulis untuk manaqib atau riwayat hidup Syaikh Ahmad Mutamakkin, Kiai Hasyim Asy’ari, dan lain-lain.
Menurut Kiai Hamid Pasuruan sebagaimana yang dikutip oleh Kiai Muhammad Najih adalah Sayyid Abdurrahman (Sayyid Syambu) ibn Sayyid Hasyim ibn Tajudin Abdurrahman Basyaiban yang diambil menantu oleh Sunan Gunung Jati. Basyaiban ini dinikahkan dengan Nyai Khadijah binti Sunan Gunung Jati. Nasab keduanya jika ditelusuri lagi akan bersambung kepada baginda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
NB : Tulisan ini dikutip dari buku Kebangkitan Ulama Rembang : Sumbangsih untuk Nusantara & Dunia Islam karya Amirul Ulum