Oleh : Amirul Ulum
Primbon ini mengupas tentang masalah yang berkaitan dengan mengurus jenazah, mulai menjenguk orang yang sedang sakit, sakaratul maut, hingga mulosoro (mengurus) jenazah. Mulai memandikan, mengkafani, menshalatkan, menguburkan hingga menalqin saat mayat sudah dikebumikan. Selain itu, ada juga tambahan amalan-amalan yang sering terjadi atau dijumpai di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Primbon ini diterbitkan oleh percetakan/penerbitan Menara Kudus dengan memakai tulisan Arab Pegon berbahasa Jawa. Halamannya berjumlah 96 dengan ukurannya 11×15. Daftar isinya ada 33, yang diawali dengan mukaddimah dan diakhiri dengan tulisan surat Yasin.
Dalam mukadimah kitab ini, Kiai Bisri Mustofa mengatakan, “Zaman sekarang merupakan zaman peningkatan, madrasah harus ditingkatkan, cara bekerja karyawannya juga harus ditingkatkan, kegiatan pertanian dan peternakan juga harus ditingkatkan. Singkatnya, semua masalah harus ditingkatkan kemajuannya, tidak ketinggalan juga cara bekerja seorang modin juga harus ditingkatkan. Buku ini ditulis tidak lain karena bertujuan untuk meningkatkan kinerja seorang modin. Semoga buku ini bermanfaat, khususnya kepada teman-teman yang mempunyai wadhifah sebagai modin.”
Primbon atau risalah ini disusun Kiai Bisri Mustofa untuk menjadi pegangan para modin, pemuka agama yang sering berhubungan langsung dengan masyarakat. Modin menurut Kiai Bisri Mustofa diambil dari kata imaduddin, yang mempunyai arti sesepuh agami, orang yang dituakan dalam hal agama Islam. Hal ini sudah menjadi sesuatu yang nyata bahwa sejak zaman dahulu, setiap ada masalah yang berkaitan dengan agama di sebuah kampung, maka harus diurus oleh modin, mulai dari mengurus mayit, urusan pernikahan, dan lain-lain yang erat kaitannya dengan agama Islam. Sebagian kalangan menamakan orang yang berprofesi seperti modin ini dengan nama Lebay, dan Qayyim yang berasal dari kata qayyimuddin, yang mempunyai arti penguasa agama.
Dalam risalah ini, Kiai Bisri Mustofa tidak hanya menyajikan tata cara yang dibutuhkan seorang modin di masyarakat, namun lebih daripada itu. Ia memasukkan masalah fiqhiyah yang berkaitan dengan model tanya jawab, semisal, “Bagaimana hukumnya menaruh sekar-sekar yang ditaruh di atas kuburan?” Jawabnya, “Hukumnya sunnah.” Soal, “Apabila ada perempuan hamil meninggal dunia padahal bayi yang dikandung sudah berumur dan dimungkinkan masih hidup. Apakah boleh mayit perempuan tadi langsung dikubur? Jawab, “Apabila jabang bayi yang berada dalam kandungan tersebut umurnya kurang dari enam bulan dalam kandungan, maka harus dibiarkan dahulu sehingga nyata-nyata sudah meninggal. Apabila sudah berumur enam bulan dalam kandungan dan menurut keterangan dokter bayi tersebut masih dapat diharapkan kehidupannya, maka mayit tadi wajid dioperasi. Apabila dokter mengatakan bahwa bayi yang berada dalam kandungan tersebut tidak dapat diharapkan kehidupannya, maka mayit tersebut haram dioperasi.”
Yogyakarta, 22 Agustus 2022
Referensi :
Kitab Imaduddin karya KH. Bisri Mustofa Rembang