Oleh: Saylul Hidayah Salsabiyla
Zaman yang semakin maju ini membuat kehidupan manusia tidak hanya di ruang lingkup dunia nyata. Melainkan sudah mulai memenuhi dunia maya (digital) berupa media sosial. Hadirnya media sosial telah merubah budaya masyarakat Indonesia yang terkenal atas kesantunannya. Media sosial menjadi panggung khusus secara bebas dalam mengutarakan pendapat, mengkritik, menghakimi, mencaci, bahkan untuk menyebarkan berita kebohongan.
Kasus yang belakangan ramai di media sosial yaitu perihal komentar secara bebas yang dilakukan oleh seorang tokoh publik terhadap ustadzah dari Pondok Pesantren Lirboyo. Si tokoh publik ini dengan bebasnya memberikan komentar kasar atas kajian yang diberikan oleh ustadzah tersebut. Ia mengatakan “Totol tingkat kadal, hidup kok cuma mimpi selangkangan.” Sungguh tidak patut bagi tokoh publik yang menjadi sorotan masyarakat memberikan komentar seperti itu.
Bermedia sosial juga memiliki aturan yang harus diterapkan layaknya hidup di dunia nyata. Seperti bersikap saling menghormati, menghargai, berkomentar atau kritik secara santun, serta melakukan tabayun atas berita yang diterima. Krisis sopan santun tidak hanya dilakukan oleh mereka para pemilik akun abal-abal alias tidak diketahui identitasnya secara pasti. Melainkan dilakukan juga oleh seorang tokoh publik seperti kasus di atas.
Baca juga… Islam Agama Perdamaian
Berawal dari diri sendiri diperlukan untuk bisa meredam sikap emosi agar tidak secara mudah memberikan komentar secara serampangan di media sosial. Perbedaan pendapat menjadi suatu hal yang sangat biasa terjadi di sekitar kita. Jika perbedaan tersebut ditanggapi dengan cara yang sopan dan ilmiah, justu bisa menumbuhkan literasi keilmuan. Misalnya seperti kasus di atas, si tokoh publik tidak setuju dengan pendapat ustadzah dari Lirboyo, lalu ia memberikan kritik yang ilmiah berupa tulisan atau lainnya untuk menanggapi pendapat ustadzah tersebut. Hal semacam inilah yang akan menumbuhkan literasi ilmiah kita di media sosial.
Sopan santun di media sosial berikutnya yaitu harus bisa menahan diri untuk tidak dengan mudahnya memberikan komentar di media sosial. Kita harus mengetahui batasan diri sendiri, diperlukan tempat sesuai bidangnya masing-masing dalam memberikan komentar. Hal ini juga penting dalam rangka agar demokrasi di negara kita bisa berjalan dengan baik. Artinya jika seorang lebih kosentrasi dalam dunia politik, cukup baginya untuk memberikan komentar kritik tentang politik. Begitu juga jika seseorang itu lebih berkosentrasi dalam bidang agama, cukup baginya memberikan komentar kritik tentang agama. Upaya semacam ini jika dilakukan bisa juga menumbukan literasi ilmiah di dunia maya.

Terakhir bagi generasi muda yang sekarang ini tidak bisa lepas dari media sosial, maka diperlukan yang namanya literasi media. Para generasi muda perlu adanya pendidikan mengenai tata cara bersikap bijak di media sosial. Mereka harus selalu diberikan pendidikan tentang sikap saling menghargai pendapat orang lain, cara memberikan kritikan yang sopan, dan cara mengisi media sosial dengan konten yang positif serta membangun. Diperlukan juga pendidikan tanggung jawab atas apa yang disampaikannya di media sosial.
Baca juga… Islam dan Makna Perang
Literasi digital yang baik sangat diperlukan oleh generasi muda saat ini untuk membangun masa depan bangsa yang lebih maju. Para generasi muda inilah yang akan melakukan perubahan untuk bangsa ini, serta membawa peradaban bangsa semakin beradab. Literasi digital untuk generasi muda menjadi hal inti dari kemajuan semua itu.