Oleh: Amirul Ulum
Allah Swt berfirman :
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ
“….. dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud : 120)
“Dari Said ibn Abi Waqas Ra. berkata, “Ayahku mengajari (mengisahkan) peperangan yang diikuti Rasulullah Saw. (ghazwah) dan yang tidak diikutinya (saraya). Maka ia berkata, ‘Wahai anakku inilah (prestasi) kemuliaan yang dicapai bapak-bapak kalian, maka jangan sampai kalian melupakannya.”
Imam Abu Hanifah berkata, ”Mempelajari kisah para ulama lebih saya sukai daripada banyak belajar ilmu Fiqh, karena kisah mereka mengandung adab dan akhlak (yang patut diteladani).”
Syaikh Zain al-Iraqi rahimahullahu ta’ala berkata, hendaknya seorang thalib (santri/siswa) mengetahui sejarah-sejarah yang benar dan yang mungkar.”

Kiai Bisri Mustofa berkata, “Ilmu tarikh adalah sebuah ilmu yang berguna untuk mengetahui kondisi (sejarah) orang-orang terdahulu. Buah dari mempelajari ilmu ini adalah memberi hak seseorang sesuai sasaran, menarik jiwa dan mendorongnya untuk memperbanyak amal kebajikan dan menetapinya.”
Kiai Maimoen Zubair berkata, “Kebutuhan seorang ulama terhadap ilmu tarikh itu seperti halnya kebutuhannya terhadap ilmu Nahwu dan Sharaf.”
Dalam gubahan sastra Arab disebutkan :
بعد الممات جمال الكتب والسير جمال ذي الارض كانوا في الحياة وهم
“Bumi tampak indah ketika mereka (para shalihin) masih hidup. Tetapi ketika mereka telah tiada, keindahan itu beralih pada kitab yang berisi kisah dan perjalanan hidup mereka.”