Suatu ketika, Kiai Ma’shoem Ahmad mengevaluasi (tamrin) para santrinya atas sebuah disiplin ilmu yang diajarkan. Beliau menanyai satu persatu semua santri yang hadir dalam majelis pengajiannya.
Mulanya, Kiai Ma’shoem Ahmad menunjuk Masyhuri, namun tidak bisa menjawab. Lalu, beliau menunjuk Shofwan, juga tidak bisa menjawab. Kemudian ditanyailah satu persatu atas sisa santri yang ada, namun semua santri tidak ada yang bisa menjawab. Beliau agak jengkel sebab semua santrinya tidak bisa menjawab pertanyaannya.
Baca Juga :
“Soal gampang seperti ini kok tidak bisa menjawab,” Kiai Ma’shoem Ahmad menggurutu.
Belum puas dengan situasi yang ada, Kiai Ma’shoem Ahmad sekali lagi menanyakan soal tersebut, barang kali ada yang bisa menjawab. “Ayo siapa yang tahun jawabannya.”
“Ma’shoem, Mbah,” Terdengar suara dari santri barisan belakang, namanya Imron Hamzah.
Kiai Imron Hamzah adalah santri Kiai Ma’shoem Ahmad yang paling mbeling sekaligus menjadi santri kinasihnya. Ia berkhidzmah di ndalem Pesantren al-Hidayat.
Baca Juga :
Mencintai Fakir Miskin dapat Menjadi Perantara Wushul kepada Allah
Kagem Mbah Ma’shoem Lasem dan santri-santrinya yang sudah kembali ke Rahmatullah, lahumul fatehah.
Yogyakarta, 30 Desember 2022