Oleh: Moh Baha’uddin
A. Jejak Kelahiran dan Keluarga
Beliau, KH. A. Nur Muttaqien adalah Pengasuh Pondok pesantren Damaran Kudus Generasi ketujuh. Sebuah pondok pesantren tua atau mungkin malah tertua di Kota Kudus. Pondok pesantren peninggalan KH. R. Asnawi sepuh cicit dari Mbah Kiai Mutamakkin Kajen, Pati. Pondok pesantren ini terletak di sebelah barat Masjid Al-aqsha Menara Kudus.
KH. A. Nur Muttaqien lahir di dukuh Brakas, kelurahan desa Terkesi, kecamatan Klambu, kabupaten Grobogan. Beliau terlahir Dari keluarga Santri. Abah beliau bernama Syaikhon dan Ibu beliau bernama Srimah.
Dari pernikahan keduanya lahirlah tiga orang anak :
- Nor mahdhom ( Beliau yang kemudian hari berganti nama menjadi A .Noer Muttaqien )
- Aisyah
- Maghfuron.
Tidak diketahui tepatnya tanggal dan tahun kelahiran KH. A. Nur Muttaqien. Akan tetapi menurut beberapa sumber menceritakan bahwa beliau sudah ditinggal wafat kedua orangtuanya dari mulai beliau masih kecil bersama adik-adik beliau.
B. Jejak Pengembaraan Keilmuan KH. A. Nur Muttaqien
Sebagai seseorang yang terlahir di kalangan santri, seseorang tidak akan lepas dari dahaga pencarian ilmu agama, begitu juga KH. A. Nur Muttaqien. Sesudah beliau mengaji kepada para kiai di kampung halamannya, beliau lalu melakukan pengembaraan keilmuan dengan melangkahkan kaki ke pondok pesantren KH. Mudhoffir, Godong, Grobogan.
Kemudian sesudah dari Pondok Godong beliau meneruskan mondok ke Pesantren Muallimin Bandungsari, Ngaringan , Grobogan. Asuhan KH. Masyhuri. Dan di Pondok Bandungsari ini beliau nyantri cukup lama hingga sampai diangkat menjadi salah satu ustadz yang diizinkan untuk berhidmah mengajar di pondok tersebut.
Kemudian setelah itu beliau pamit kepada kiainya, untuk pergi tabarrukan ke pondok pesantren yang lain, dan setelah sang kiai memberikan izin, beliau lalu pergi melanjutkan pengembaraan ilmiah ke Jawa Timur yaitu ke pondok pesantrenya KH. Ustman al-Ishaqi di Surabaya . Beliau menjadi santri ndalem di pondok KH. Ustman. Di sini KH. A. Nur Muttaqien sempat menjadi santri kinasih KH. Ustman dan beliau dipercaya untuk ngemong Gus Asrori waktu masih kecil. Putra KH. Usman al-Ishaqi yang akhirnya di kemudian hari menjadi pengganti kemursyidan beliau.
Kemudian, pada suatu hari, datanglah seorang kiai dari Madura, tepatnya dari daerah Batu ampar. Kiai tersebut masih keturunan Syaikh Abu Syamsuddin Batu Ampar. Beliau adalah simbah Kiai Damanhuri. Beliau datang ke Pondoknya Mbah Yai Ustman al-Ishaqi untuk sebuah pertemuan. Saat kedua ulama besar tersebut bertemu. diceritakan ada percakapan di antara beliau berdua yang pada intinya Mbah Kiai Damanhuri tadi matur kepada Yai Ustman untuk meminta salah satu murid beliau untuk dibawa ke Batu Ampar, dan santri yang dikehendaki Mbah Kiai Damanhuri ini ternyata adalah Mbah KH Nur Muttaqien.
Karena atas permintaan Mbah Yai Damanhuri tersebut maka Mbah Yai Ustman mengizinkan Yai Nur Muttaqin untuk ikut ke Batu Ampar guna mengaji dan bertabarrukan kepada Mbah Yai Damanhuri di sana. Dan setelah di Batu Ampar Yai Nor Muttaqin ikut mengaji ke Mbah Yai Damanhuri dan mengikuti segala kegiatan di sana termasuk berziarah ke Makam Syaikh Abu Syamsuddin dan ikut khidmah merawat dan menata pemakaman tersebut.
Kemudian pada suatu hari, datanglah seorang Kiai dari Kudus bersama para muridnya untuk berziarah ke Makam Syaikh Abu Syamsuddin dan bersilaturrohim kepada Yai Damanhuri. Beliau adalah Kiai Haji Arwani Amin, setelah berziarah, beliau lalu bersilaturrohim ke Mbah Yai Damanhuri. Sebelum pergi, Mbah Yai Arwani menghampiri Mbah Kiai Nur Muttaqien dan berbicara kepada beliau supaya beliau matur ke simbah Kiai Damanhuri agar meminta ijin diajak Mbah kiai Arwani untuk mondok di Kudus. Mendengar arahan Yai Arwani tadi beliau langsung sowan dan matur ke Yai Damanhuri untuk ikut Mbah Yai Arwani ke Kudus.
Setelah Mbah Yai Damanhuri tahu maksud Mbah Yai Arwani tadi, beliau kemudian langsung mengijinkan Mbah Nur Muttaqien untuk ikut bersama Mbah Yai Arwani ke Kudus untuk mengaji ke Mbah Yai Arwani di Pondok Damaran. Sampai Akhirnya menjadi santri kinasih dari Simbah KH. Arwani Amin. Pada saat itu Mbah Yai Arwani memang belum mendirikan pondok YANBU’UL QUR’AN. Hingga pada kisaran tahun 1970 awal Mbah KH Arwani Amin baru merintis Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an dan KH. Nur Muttaqien diberikan amanah oleh beliau untuk menjadi koordinator pembangunan pondok saat itu.
Lalu, sesudah Pondok Yambu’ul Qur’an berdiri Mbah KH. Arwani memberikan mandat kepengasuhan Pondok Damaran kepada KH. Nur Muttaqien. Sesudah ditunjuk oleh Mbah Kiai Arwani Amin menggantikan beliau sebagai pengasuh Pondok Damaran. Beliau menetap di Pondok Pesantren Damaran sampai akhir hayat beliau.
Tentu semua guru KH. A. Nur Muttaqien bukan hanya di pondok-pondok pesantren yang telah disebutkan di atas di mana beliau pernah menimba ilmu di dalamnya. Tapi dari para guru beliau yang sudah tertulis di atas bisa dilihat dengan jelas mata rantai Sanad beliau sehingga para santri beliau bisa mengetahui bahwa beliau mempunyai sanad yang kuat dari para kiai-kiai yang muttafaq alaih, dipercaya keilmuannya. Bahkan dipercaya kewaliannya.
Para guru KH. A. Nur Muttaqien di antaranya yaitu :
- KH. Arwani Amin.
- KH. Ustman Al-ishaqi.
- KH. Damanhuri.
- KH. Mudhoffir Godong.
- KH. Masyhuri Bandungsari Grobogan.
C. Jejak KH.A.Nur Muttaqien mengasuh pondok pesantren Damaran
Sesudah kepemimpinan Pondok Damaran diserahkan oleh Mbah Yai Arwani Amin kepada Mbah Yai Nur Muttaqin. Beliau mengajar dibantu oleh para santri-santri yang sudah sepuh lainya seperti Mbah Yai Subakir Brakas, Mbah Yai Busyro dan para santri sepuh lainya.
Di sini ada yang unik, meski Mbah Yai Nur Muttaqien sudah menjabat sebagai pengasuh Pondok Damaran. Akan tetapi, dengan rendah hati beliau tetap tinggal di kamar pondok bersama dengan para santr, dan tidak mau menempati kamar ndalem.
Beliau mau menempati kamar ndalem sebagai pengasuh pondok sesudah beliau menikah dengan Bunyai Siti Aminah (Bu Pah). Bunyai Aminah adalah Cucu dari KH. R. A. Fauzan. Pengasuh Pondok Pesantren Damaran generasi keempat dan merupakan keturunan KH. R. Asnawi sepuh, pendiri Pondok Damaran.
Pada masa kepengasuhan KH. A. Nur Muttaqien, Pondok Damaran mencetak para kiai-kiai yang sampai sekarang berjuang di tengah-tengah masyarakat dan banyak kita kenal.
Di antara Santri-santri beliau adalah:
– KH. A. Bahauddin Nursalim (Pengasuh Pondok Damaran sekarang)
– KH. Ali Imron (Wakil Pengasuh Pondok Damaran)
-KH. Anwar ( Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Banten)
– KH. Ma’ruf ( Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Qur’an Pati)
– KH. Abdul Haq Assaubari ( Pengasuh Pondok Pesantren Sabilul Muttaqien Purworejo)
– KH. M. Ulil Abshor ( Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqieyah).
– KH. Irsyadul Anam (Pengasuh Pondok pesantren Mazroatul Qur’an Mojokerto)
D. Jejak teladan KH.A.Nur Muttaqien
1. Pribadi yang sangat tawadhu’
Semua santri Pondok Damaran pasti akan tersentuh apabila melihat papan pengumuman yang menempel di tembok musholla pondok. Di papan itu, setiap pengumuman dari KH. A. Nur Muttaqien tertanda tangan resmi di bawahnya ada nama beliau disertai tulisan “khodimukum“. Dan tulisan ini, bukan hanya formalitas. Tapi beliau tunjukkan dengan “lisanul hal”. Teladan yang nyata dalam tiap gerak langkah beliau selalu berusaha membantu santri-santri Damaran agar berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat dunia akhirat.
2. Selalu memberi teladan tentang kebersihan
Belum pernah didapati, selama kepengasuhan KH. A. Nur Muttaqien, keadaan pondok yang tidak bersih. Semua bersih sampai pun di pojok atau sudut yang sulit dijangkau di lingkungan pondok pesantren Damaran. Hal ini, diamini oleh semua santri yang pernah mondok di Pondok Damaran pada generasi masing-masing.
3. Ahli Riyadhoh dan Tirakat
KH. A. Nur Muttaqien terkenal sebagai salah satu kiai di Kudus yang ahli tirakat. D iantara tirakat beliau adalah selalu “ngrowot”. Yaitu puasa tidak makan makanan pokok yang ada di negara tersebut. Jadi misal di Indonesia, maka tidak makan barang yang terbuat dari beras. Hal ini seperti tirakat Habib Abdulloh bin Abu Bakar Alaydrus yang selama delapan tahun tidak makan kurma. Makanan pokok di negara Yaman. Negara asal beliau.
Sebagian sumber menyatakan bahwa KH. A. Nur Muttaqien memulai tirakat ngrowot ini dari ketika beliau mondok di Batu Ampar, Madura. Selain ngrowot, KH. Nur Muttaqien setiap malam juga selalu terjaga tidak pernah tidur. Beliau selalu istiqomah sholat malam sampai waktu subuh tiba.
4. Mempunyai Ikatan yang Kuat dengan Para Guru Beliau
KH. A. Nur Muttaqien dikenal sangat kuat hubungan batiniahnya dengan para guru beliau. Maka tidak heran jika ketika beliau mondok dimanapun beliau selalu diberikan kepercayaan khusus. Bahkan diberi kepercayaan untuk ngemong atau merawat para putra Guru beliau. Waktu di Batu Ampar beliau dipercaya diutus Mbah Kiai Damanhuri untuk merawat dan memulai penataan area Makam Syaikh Abi Syamsuddin leluhur KH. Damanhuri yang sebelumnya belum pernah ada orang yang dipercaya oleh KH. Damanhuri. Kemudian KH. Nur Muttaqien juga dipercaya untuk ngemong dan mendampingi putra KH. Damanhuri yang bernama KH. Romli.
Sampai ketika KH. Nur Muttaqien menjadi pengasuh Pondok Damaran, hubungan antara KH. Romli dan KH. Nur Muttaqien masih sangat dekat. Meski sudah terpisah oleh jarak. Keduanya masih saling berkirim surat. Waktu di Surabaya, KH. Nur Muttaqien juga diberikan kepercayaan berada di ndalem dan ikut merawat KH. Asrori al-Ishaqi. Putra KH. Usman al-Ishaqi yang belakangan masyhur mendirikan Jam’iyyah Al-Khidmah. Jam’iyyah yang besar dan jamaahnya sangat banyak.
Kemudian di saat KH. Nur Muttaqien berada di Kudus, nyantri kepada KH. Arwani Amin, beliau dipercaya diberikan mandat menjadi ketua pondok di Pesantren Damaran dan di kemudian diberikan mandat menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Damaran menggantikan KH. Arwani Amin.
Pada saat KH. Arwani Amin sakit selama delapan tahun menjelang akhir hayat beliau. KH. Nur Muttaqien juga menjadi orang yang senantiasa diminta berada di dekat Simbah KH. Arwani Amin. Beliau senantiasa menemani dan merawat KH. Arwani Amin.
5. Amalan dan Wirid KH. A. Nur Muttaqien
Beliau, adalah salah seorang kiai yang memberikan teladan kepada para Santrinya bahwa istiqomah itu lebih baik dari seribu karomah. Beliau sangat istiqomah bukan hanya kepada manhaj yang beliau ikuti dari para guru beliau, tapi setiap langkah beliau sungguh tanpa berkata-kata pun setiap yang melihat beliau akan mengartikan bahwa inilah istiqomah yang sebenarnya. Untuk amalan dan dzikir KH. A. Nur Muttaqien biasanya mengajak para santri Pondok Damaran setiap malam Jumat untuk membaca sholawat nariyah sebanyak 4444 kali. Dan hal ini masih dilaksanakan di Pondok Damaran sampai saat ini.
Selain itu, mengajar ngaji juga merupakan wiridan Istiqomah beliau. Beliau menerima setoran Al-Qur’an dari para santri pondok Damaran. Baik yang bin-Nadhor maupun yang bil- Ghoib. Beliau juga mengajarkan Ngaji kitab Kuning. Beberapa kitab yang beliau kaji diantaranya adalah Risalah Muawanah, irsyadul Ibad dan Minhajul Abidin.
Satu lagi keistiqomahan KH. A. Nur Muttaqien yang sangat jelas terlihat. Yaitu beliau tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Semua para santri yang pernah mondok muqim di Pondok Damaran bersepakat akan hal ini. Untuk Wirid yang diijazahkan ke para santri, beliau sering memberikan ijazah “La Haula wala Quwwata Illa billahil aliyyil adhim” dibaca 100 x setiap hari. Kemudian untuk santri ndablek yang masih muqim di Pondok Damaran, biasanya beliau bacakan Surat Yasin 40 x didekat santri ndablek tersebut sewaktu orangnya tidur di Malam hari.
E. Berpulang ke Rahmatullah
Setelah berkhidmah puluhan tahun kepada para guru dan kepada Pondok Damaran. Terlebih lagi kepada agama. KH. A .Nur Muttaqien akhirnya kembali ke Rahmatullah. Beliau wafat pada hari Senin legi tanggal 26 Sya’ban tahun 1425 H. atau tanggal 11 bulan Oktober tahun 2004 M. Beliau dimakamkan di Makam Krapyak Kudus.
Perjalanan hidup beliau sungguh penuh dengan khidmah dan keistiqomahan. Sebenarnya, banyak kisah-kisah luar biasa tentang beliau yang bisa diabadikan dalam sebuah tulisan. Keluarbiasaan ini bisa jadi adalah Karomah yang diberikan oleh Allah SWT kepada beliau. Akan tetapi beliau kurang berkenan jika hal itu diceritakan.
Meski begitu, jikalau pun tidak diceritakan. Semua santri beliau di Pondok Damaran, masing-masing punya cerita-cerita sendiri tentang keluarbiasaan beliau yang tersimpan rapi di lubuk hati mereka.
Pada akhirnya, meski tidak bisa bercerita, Semua bisa melihat dari Biografi singkat beliau diatas. Bahwa para wali-wali Allah yaitu guru-guru beliau, simbah KH.Ustman Al ishaqi, simbah KH. Damanhuri dan simbah KH. Arwani Amin sangat menyayangi beliau dan menaruh kepercayaan penuh kepada beliau. Ini membuktikan bahwa beliau adalah kekasihnya para Wali.
Walinya para Wali.