Oleh: Rifqi Yusak
Demak merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah Demak Kota. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat, Kabupaten Jepara di utara, Kabupaten Kudus di timur, Kabupaten Grobogan di tenggara dan Kota Semarang serta Kabupaten Semarang di sebelah barat. Demak dahulu menjadi pusat penyebaran Islam pada masa Walisanga. Di sini juga berdiri kesultanan Demak Bintoro yang raja pertamanya Raden Fatah. Kabupaten ini juga banyak melahirkan ulama-ulama besar pendiri dan pengasuh pondok pesantren, baik itu berada di Demak maupun di luar Demak. Seperti Syaikh Shodiq Jago, Syaikh Irsyad Jago, Syaik Thahir Jago, Syaikh Hadi Girikusumo (Pendiri Pesantren Girikusumo), Syaikh Ibrahim Brumbung (Pendiri Pesantren Ibrahimiyyah Mranggen), Syaikh Abdurrahman menur (Pendiri Pesantren Rahmaniyyah), Syaikh Abdurrahman bin Qosidil Haq (Pendiri Pesantren Futuhiyyah), Kiai Abdullah Mudzakkir (Makamnya di tengah laut jawa), Kiai Muslih al-Maraqy (Maha Guru Mursyid Nusantara), Kiai Hambali (Perintis PCNU Demak), Kiai Ma’shum Mahfudhi (Pendiri Pesantren Fathul Huda Demak), Kiai Tamziz (Pendiri Pesantren Miftahul Ulum Wanasalam), Kiai Misbahul Munir (Pendiri Pesantren al-Hidayah Krasak), Kiai Abdullah Rifa’i (Pendiri pesantren Al-Fattah Setinggil Demak), Kiai Ali Syafi (Pendiri pesantren Nahdlatus Syubban Sayung), Kiai Umar Sadzeli (Pendiri pesantren Nurul Qur’an Sayung) dll.
Selain itu ada juga ulama asal Demak yang mendirikan pesantren di Sumatra terlebih di Jambi, semisal Kiai Ali Utsman Dahlan, pendiri pesantren Fathul Huda Jambi, Kiai Abdullah Rifa’i, pendiri pesantren Darul Hikam, dan Kiai Sayuti Latif, pendiri pesantren al-Fattah di Sarolangun Jambi dll. Nama tokoh terakhir adalah tokoh yang akan kita bahas pada risalah kecil ini nantinya. Yakni Kiai Sayuti Latif, seorang kiai yang mempunyai karisma di mata umat terlebih di mata para santri dan masyarakat yang beliau bina.
Riwayat dan Kelahiran
Sebagaimana halnya seorang kiai dan ulama pada umunya, mereka melakukan perjuangan mensyiarkan agama Islam dimulai dari menjadi seorang pengajar dan mendirikan pesantren, selain itu biasanya mereka juga mendirikan majlis ta’lim atau lembaga pendidikan. Hal demikian tak terkecuali dengan Kiai Sayuti Latif, selain mendirikan madrasah dan pesantren, beliau juga mendirikan majlis ta’lim. Majlis ta’lim tersebut merupakan bentuk kontribusi pengabdian beliau terhadap masyarakat. Melalui majlis ta’lim yang Kiai Sayuti dirikan menbantu beliau dalam mewadahi masyarakat yang majmuk, mempermudah beliau dalam membimbing mereka dan tentunya menjadi media dakwah beliau dalam mensyiarkan sendi-sendi agama kepada masyarakat luas.
Selanjutnya ketika membicarakan seorang ulama berarti kita membicarakan seorang pewaris nabi. Seorang yang menjadi estafet penyebar panji-panji Islam penerus titah baginda Nabi. Pun demikian dengan sosok Kiai Sayuti Latif, beliau adalah seorang ulama kelahiran Demak yang menyebarkan Islam di tanah Jambi terlebih di Payuleber dusun 02 RT 13 Jln. Raden Fattah Singkut Sarolangun Jambi. Di tempat inilah beliau nantinya mendirikan pondok pesantren untuk menjadi sarana media dakwah beliau. Kiai Sayuti Latif adalah putra dari Kiai Muhammad Siroj, seorang thabib yang terpandang di Jogoloyo Demak abad 20 an. Beliau, Kiai Sayuti lahir pada 23 April 1954 M.
Ketika Kiai Sayuti lahir kedua orangtuanya sangat gembira terlebih Kiai Muhammad Siroj, di dalam jiwanya bersyukur atas karunia yang diberikan Allah. Lantunan pujian beliau haturkan kepada Allah waktu itu. Beliau berharap, semoga anaknya nanti bisa menjadi anak shalih dan berguna bagi bangsa dan agama. Bisa mendem jeru mikul duwur hargat martabat kedua orang tuanya. Dengan hati gembira beliau melantunkan adzan di telinga kanan bayi yang baru lahir itu dan melantunkan iqamah di telinga kiri mengikuti sunah Nabi. Dalam hati beliau berdoa kepada Allah SWT agar Sang Pencipta mengabulkan doa-doanya. Doa demi doa dirapalkan setiap hari mengikuti perkengbangan sang bayi. Hingga kelak sang bayi itu menjadi seorang ulama pendiri pondok pesantren di Singkut Sarulangun Jambi.
Kiai Sayuti Latif adalah putra ke dua dari lima bersaudara, di antara saudaranya adalah:
1. Nyai Siti Muayanah
2. Kiai Sayuti Latif
3. Nyai Suwarni
4. Kiai Qodrin Jazadi
5. Nyai Muassarah
Masa Kecil Kiai Sayuti
Hidup dalam lingkungan relegius, membuat Kiai Sayuti tumbuh dengan baik dan apik. Sedari kecil beliau sudah dikenalkan sendi-sendi agama Islam dengan baik oleh keluarganya, terlebih kedua orang tuanya. Masa kecil Kiai Sayuti tidak berbeda dengan masa kecil anak pada umumnya, yang diliputi dengan permainan. Namun, Kiai Sayuti lebih terjaga dalam bergaul, bersikap dan bertutur. Sebab didikan orang tuanya cukup begitu ketat yang mengakibatkan terbentuknya jiwa karakter sejak dini. Hingga hal itu berlangsung sampai usia Kiai Sayuti cukup untuk melanjutkan perjalanannya mencari ilmu agama.
Berlabuh di Pesantren
Setelah cukup dibina dalam lingkungan relegius dalam atmosfer keluarganya, Kiai Sayuti Lathif melanjutkan pencarian ilmunya di pesantren-pesantren di daerah Demak. Salah satu pesantren yang pernah beliau singgahi adalah pesantren Al-Istiqomah Kembangan Demak. Di pesantren ini beliau menghafal dan mempelajari kitab-kitab salafussholih. Seperti kitab Jurumiyyah, Fathul Qarib, dan Imrithi.
Semasa nyantri, Kiai Sayuti Lathif dikenal dengan sosok santri yang mempunyai tekad dan pendirian yang kuat. Tidak terpengaruh oleh teman yang nakal. Ia mempunyai visi dan misi serta teguh pendirian.
Membina Mahligai Rumah Tangga
Setelah beranjak dewasa dan merasa sudah cukup dalam mencari ilmu. Kiai Sayuti Lathif menikah dengan gadis tetangga desanya. Setelah tujuh hari prosesi pernikahan, Kiai Sayuti Lathif dan sang istri meminta restu kepada orangtuanya dan para gurunya untuk berhijrah ke pulau seberang Sumatera, tepatnya di daerah Sarulangon, Jambi dengan mengikuti program Transmigrasi. Pada waktu itu Kiai Sayuti Lathif diberi amanah oleh petugas Transmigrasi sebagai ketua kelompok Transmigrasi yang berada di Sarulangun.
Pada masa itu daerah Sarulangun masih asri akan hutan belantara dan masih minim penduduk, sebab pada masa itu hanya ada beberapa penduduk yang mengikuti program Transmigrasi. Dalam menumpuh perjalanan di pulau seberang Sumatera, Kiai Sayuti Lathif beserta istrinya mengendarai armada Bus antar pulau (Bus ALS) dengan menempuh waktu satu minggu. Saat perjalan, banyak kejadian yang memilukan, baik kendaraan yang tidak layak pakai, masih sulitnya akses jalan armada hingga mogoknya armada. Padahal saat itu keduanya, Kiai Sayuti dan istrinya baru menjadi sepasang suami istri, namun sudah menyicipi pahit getirnya perjalanan hidup di pulau Seberang, dan berjuang mengais asa di daerah tersebut serta mensiarkan agama Allah SWT.
Hidup jauh dari orang tua, menjadi suguhan Kiai Sayuti Lathif dan Istrinya. Ditambah lagi dengan masih mudanya usia pernikahan beliau. Pastinya banyak konflik yang berderu dan menguji jiwa raga. Baik dari internal maupun eksternal, lebih-lebih dalam masalah ekonomi keluarga.
Membangun Rumah Tangga dengan Cinta
Dalam membina keluarga, Kiai Sayuti menjadi seorang ayah yang welas asih kepada semua anaknya. Kata marah hampir tak pernah beliau tampakan kepada anak-anaknya. Bilamana anaknya salah beliau hanya sekedar mengingatkan atau meluruskan. Meskipun beliau mengedepankan kasih sayang dan welas asih kepada anak-anaknya. Kendati demikian beliau tetap tegas dan berwibawa sebagai seorang imam dalam keluarga.
Selain itu, Kiai Sayuti juga menjadi sosok ayah yang tidak pernah memaksakan kehendak beliau sendiri. Beliau memberi kesempatan kepada anak-anaknya supaya memilih kesukaanya, baik itu dalam pendidikan maupun yang lainnya. Dengan hal itu, anak-anak beliau dapat lebih enak dan lebih leluasa memilih sesuai bidang dan bakatnya masing-masing.
Hal yang dilakukan Kiai Sayuti seperti itu sejalan dengan firman Allah Swt. yang diabadikan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 19 yang artinya: “Dan bergaullah dengan mereka para istri secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya pahala yang banyak.”
Hal itu juga senada dengan sabda Baginda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada
keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluargaku.”
Sikap Kiai Sayuti seperti sebagaimana penuturan salah satu putri Kiai Sayuti Lathif yaitu Ning Zakiya kepada penulis; “Secara pribadi, beliau sosok yang tidak pernah marah kepada saya. terlepas memang mungkin saya yg tidak banyak tingkah, tapi walaupun saya ada salah biasanya beliau hanya meluruskan saja tidak pernah memarahi saya bahkan seumur hidup saya selalu berusaha mengingat kapan bapak saya pernah memarahi saya? tapi tidak ada memori tentang itu.”
“Memang, beliau sosok yg tidak banyak bicara, bicaranya cuma yang penting-penting saja. Jadi sikap saya ke beliau itu lebih menunjukan sebagai kyai saya atau guru saya (waktu itu kesan saya saat masih kelas 6 SD). jadi ketika lewat disamping atau di belakang beliaupun, saya betul betul mepet mepet tembok dan berusaha sangat pelan pelan dalam artian saya sangat berusaha menjaga kesopanan, meskipun bapak tidak mewajibkan demikian, namun begitu saja, sosok beliau membuat saya segan dengan sendirinya.”
“Beliau sosok yang tidak pernah memaksakan saya untuk belajar sesuat, lebih ke membebaskan saya untuk mau ngapain aja, misalkan, beliau sangat ahli kaligrafi bahkan sampai tingkat nasional, tapi beliau tidak pernah memaksa saya untuk menjadi ahli kaligrafi seperti beliau, hanya beberapa kali saja saat beliau sedang menulis mushaf atau dekorasi kaligrafi, saya dipanggil disuruh memperhatikan, tapi tidak lantas menyuruh saya, oh kamu harus bisa ini kayak bapak tidak pernah seperti itu.”
“Momen lain, saat SD saya pernah akan mengikuti lomba mengarang & melukis, ya bentuk perhatian beliau, beberapa hari sebelumnya saya sudah dikasih arahan nanti melukisnya begini (sambil dicontohkan dengan pensil atau cat lukis di atas karton) dan kalo mengarang, beliau memberi beberapa prolog atau awalan cerita yang kemudian bisa saya kembangkan nantinya, kalo saya juara, pernah dikasih hadiah sepeda, atau tergantung saya minta apa. sosok yang sangat apresiatif, kebanyakan momen yang saya ingat adalah saat TK-SD. Karena saat kls 1 MTS Saya sempat mondok sebentar di Bogor meskipun akhirnya saya pulang kerumah.”
Tegas dan Disiplin dalam Mengajar
Menurut santrinya, Kiai Sayuti Latif adalah seorang guru yang tegas dan disiplin, baik itu dalam pembelajaran maupun dalam segala pekerjaan, selain itu beliau juga menjadi sosok seorang guru yang cerdas dalam menyampaikan suatu disiplin ilmu dan membimbing santrinya. Penyampaian Kiai Sayuti dalam sebuah pelajaran mudah dipahami oleh para santri hingga hal ini mempengaruhi daya semangat santri dalam mengkaji ilmu kepada beliau.
Keunikan Kiai Sayuti adalah ketika ada santri yang enggan bersekolah maka beliau mengajak santri tersebut untuk bekerja bersama beliau. Menemani beliau dalam membangun bangunan pesantren. Tujuan beliau ialah agar santri tersebut agar tetap beraktivitas dan tidak bermalas-malasan dan santri tersebut tetap belajar walaupun berbeda dalam segi metodenya. Dengan hal itu, beliau nambah leluasa dalam mengamati para santri. Lebih dekat dengan mereka dan mempermudah dalam menyampaikan panji-panji agama.
Para santri yang dahulu pernah diajak berkerja dengan Kiai Sayuti kebanyakan menjadi orang yang bermanfaat. Baik dalam keilmuannya maupun dalam soft skilnya. Mereka ada yang menjadi kiai, guru, tukang, dan bermacam-macam profesi yang tentu bermanfaat bagi orang lain. Selain itu keunikan Kiai Sayuti lainnya yaitu sangat perhatian kepada santri yang nakal. Beliau mengopeni para santri tersebut. Mendekatinya dengan hati yang sabar dan telaten. Dengan metode pendekatan persuasif seperti itu membuat luluh para santri. Hingga mereka sedikit demi sedikit mau berubah dan perjuang Kiai Sayuti perlahan dapat membuahkan hasil.
Kiai Sayuti memang dikenal menjadi kiai yang telaten dalam mendidik para santri. Tenaga dan fikaran beliau curahkan demi membentuk generasi yang islami dan berakhlakul karimah. Hal itu semata-mata mensyiarkan agama Islam dan mencari Ridho Allah Swt.
Seniman Kaligrafi
Kiai Sayuti Latif adalah kiai yang multitalen, banyak kemampuan yang beliau bisa, baik dalam pelbagai disiplin ilmu maupun soft skil. Menurut penuturan keluarga dan santri beliau, Kiai Sayuti adalah kiai yang pintar menulis kaligrafi arab. Beliau mempunyai tulisan bagus. Kemampuan ini, telah mengakar di saat beliau masih nyantri. Dalam karya beliau terlihat goresan kaligrafi indah yang barang tentu mempunyai nilai seni yang berkualitas tinggi.
Hal ini, sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, jika Kiai Sayuti memiliki jiwa seni dalam menulis kaligrafi Arab. Banyak kejuaraan yang pernah beliau peroleh. Salah satunya ialah Kiai Sayuti pernah juara satu lomba kaligrafi tingkat nasional pada tahun 1988 di Lampung. Sudah barang tentu hal itu menjadi bukti, bahwa betapa beliau diakui sebagai seniman yang mempunyai tulisan indah dalam menulis kaligrafi arab.
Baca juga KH. Suyuti
Mendirikan Pesantren
Setelah tinggal cukup lama di daerah Sarulangun, Jambi. Kiai Sayuti Lathif mendirikan mushola kecil atau biasa disebut dengan langgar untuk tempat ibadah dan mengulang ngaji pada tahun 1986 M. Di mushola tersebut Kiai Sayuti mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama Islam kepada anak-anak dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Pada masa itu tercatat ada empat puluh lebih anak yang ngaji kepada Kiai Sayuti Lathif.
Selang beberapa tahun, pengajian itu berkembang menjadi sebuah Madrasah Diniyyah hingga pada akhirnya menjadi sebuah Pondok Pesantren al-Fattah. Karena banyak dari santri yang ingin menetap untuk menimba ilmu kepada Kiai Sayuti Lathif.
Pada masa awal-awal berdirinya Pondok Pesantren, sistem pembelajarannya sebagaimana pondok pesantren salaf pada umumnya. Metode yang digunakan juga layaknya posantren salaf. Namun, karena menjawab tantangan zaman, Kiai Sayuti Lathif mendirikan pendidikan formal, yakni SMP (Sekolah Menengah Pertama) pada tahun 1990 yang bernaungan Pondok Pesantren Kemudian dikembangkan lagi dengan mendirikan MA al-Fattah pada tahun 1993 M. Sampai sekarang Pondok Pesantren al-Fattah terus mengalami perkembangan hingga hari ini Pondok Pesantren al-Fattah menaungi lima lembaga formal dan dua lembaga nonformal. Yakni RA, MI, Mts, MA, SMK, TPQ dan Madin. Semua hal itu disajikan untuk menjadi wasilah mempermudah menyebarkan panji-panji Islam yang rahmatan lil alamin.
Dalam Visi dan Misi Pendiri Pondok Pesantren al-Fattah secara universal yakni semata-mata untuk mencari Ridho Allah dan Rasulnya. Sedangkan Visi dan Misi yang tertulis pondok pesantren al-Fattah ialah Menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan mampu bersaing dalam tantangan global dilandasi imtaq dan akhlakul karimah. Misinya yaitu unggul dalam kepribadian yang berlandaskan iman dan taqwa, unggul dalam keterampilan dan unggul dalam kemandirian.