/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

KH. MUHAMMAD NUR SIRADJ

KH. Muhammad Nur Siradj

Godang adalah nama yang akrab disapah oleh keluarganya. KH. Muhammad Nur Siraj lahir di Pemasar 17 Agustus 1948, beliau lahir dari pasangan Muhammad Siraj atau yang akrab di sapah Dea Manca dengan Hadiatullah/Dio (isteri kedua Dea manca). Ia merupakan anak ke empat dari enam bersaudara, adapun saudaranya yaitu Banri, Salu, Nawang, Nurhasanah, dan M. Ali.[1] Sedangkan saudara yang lain ibu (Tongal isteri pertama Dea Manca) yaitu Ambik Dea Ata/Samburang, Muhammad Amin Dea Angi, Tabrani/Teba, M. Tayib, Hasan/Maskir, dan Nur Intan Dea Ringgi/Inte. Dan saudara KH. M Nur Siraj yang lain ibu (Rayong isteri ketiga Dea Manca) yaitu Sampuang, Salewang, Zainab/Sanabo, Fatima/Tembong, dan Salma/Menco.[2]

Muhammad Nur Siraj memiliki nama sapaan akrab dari sejak kecil, yaitu Godang, nama Godang diberi oleh ayahnya (Muhammad Siraj Dea Manca), sehingga sampai sekarang KH. Muhammad Nur Siraj masih akrab di sapah dengan nama Godang oleh keluarganya. KH. Muhammad Nur Siraj lahir dari keluarga bangsawan Ngampo dan bapaknya seorang pemimpin desa Pemasar. Bahkan penulis sendiri sering sekali diceritakan oleh sesepuh Desa Pemasar tentang kepemimpinan Dea Manca dalam mengayomi, melindungi dan menolong rakyat Pemasar.

Riwayat Pendidikan

DGH. Muhammad Nur Siraj pertama kali belajar agama kepada orang tuanya (Muhammad Siraj Dea Manca) karena orang tua adalah guru pertama yang mengajarkan tentang ilmu agama. Setelah itu DGH. Muhammad Nur Siraj melanjutkan belajar iqro dan Al-Qur’an di Desa Pemasar kepada Abdullah Nasir atau yang akrab di sapah Lusir Doya oleh masyarakat Pemasar. DGH. Muhammad Nur Siradj mengaji bersama teman-teman sekampungnya di kediaman atau rumah Lusir Doya. Kesungguhan dan keistikomaan DGH. Muhammad Nur Siradj mengaji membuahkan hasil, sehingga DGH. Muhammad Nur Siraj mahir membaca Al-Quran.

Setelah lancar membaca al-quran ia semakin haus akan ilmu agama, setalah itu KH. Muhammad Nur Siradj melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dasar Maronge pada tahun 1956 dan selesai pada tahun 1961. Setelah tamat dari bangku sekolah Dasar, KH. Muhammad Nur Siradj melanjutkan jenjang pendidikannya ke Sumbawa dan meninggalkan kampung halamannya. Di Sumbawa KH. Muhammad Nur Siradj sekolah di Sekolah Menengah Umum (SMU) Sumbawa pada tahun 1961, selain sekolah di SMU, KH. Muhammad Nur Siradj juga mengenyam pendidikan agama islam di Madrasah Ma’arif Nahdlatul Ulama Sumbawa Besar yang dipimpin oleh KH. Muhammad Djafar Salam (Alumni Madrasah As-saulatiyyah Makkah). Madrasah yang banyak melahirkan Ulama di Sumbawa. Walaupun KH. Muhammad Nur Siradj mengenyam pendidikan sekaligus di dua lembaga pendidikan, tidak membuat nilainya jelek, bahkan ia mampu menamatkan sekolahnya di Ma’arif NU dan SMU pada tahun yang sama yaitu tahun 1965.[3]

Setelah mengenyam pendidikan SMU, KH. Muhammad Nur Siradj melanjut pendidikan SPG di Sumbawa pada tahun 1965 dan tamat pada tahun 1968. Setamatnya di SPG kemudian KH. Muhammad Nur Siradj melanjutkan pendidikan D II Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Terbuka Mataram dan tamat pada tahun 1995. KH. Muhammad Nur Siradj tidak berhenti menuntut ilmu bahkan ia melanjutkan jenjang pendidikan Strata 1 atau S1 di Universitas Muhammadiyah Mataram pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dengan mengambil konsentrasi Pendidikan Kewarga Negaraan (PPKN) tamat pada tahun 2007.[4] Setelah selesai mengenyam pendidikan di berbagai lembaga pendidikan tidak membuat KH. Muhammad Nur Siradj berhenti untuk belajar, bahkan ia semakin haus dengan ilmu dan rajin belajar agama dengan membaca buku-buku tentang agama, sehingga KH. Muhammad Nur Siradj memiliki ilmu agama yang luas.

Membina Rumah Tangga

Kesitikomaan belajar tidak membuat KH. Muhammad Nur Siradj lupa mencari pendamping hidup. KH. Muhammad Nur Siradj menikah dengan perempuan pujaan hatinya dari Desa Pemasar yaitu Sardi, dari pernikahannya dengan Sardi di karuniai satu anak, yaitu Inayah Nasarul Insan, tetapi kebahagiaan KH. Muhammad Nur Siradj dengan Sardi hanya berlangsung sementara, karena anaknya (Inayah Nasrul Insan) meninggal ketika berusia 6 bulan.[5]

Kesedihan yang mendalam yang dialami oleh KH. Muhammad Nur Siradj dengan Sardi karena ditinggalkan oleh anaknya. KH. Muhammad Nur Siradj kemudian menikah dengan wanita asal Pelampang-Sumbawa, yaitu Nurhayati binti Muhammad pada hari Rabu 17 Sapar 1417 atau bertepatan dengan 3 Juli 1996. Setelah beberapa tahun membinah rumah tangga KH. Muhammad Nur Siradj dengan Nurhayati di karunia satu orang anak, yaitu Inayah Muntazhirin sehingga rumah tangga semakin harmonis.[6]

Beli Buku

Keharmonisan dalam berumah tangga membuat KH. Muhammad Nur Siradj semangat dalam berdakwah dikarenakan istrinya sangat mendukung misi sucih KH. Muhammad Nur Siradj dalam membimbing umat, terutama Tau Samawa. Keluarga adalah kekuatan bagi KH. Muhammad Nur Siradj dalam berkifrah, akan tetapi tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai kepalah rumah tangga terhadap anak dan istrinya.

Kiprah di Sumbawa 

Muhammad Nur Siradj memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum yang ia dapatkan di lembaga pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sehingga KH. Muhammad Nur Siradj mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan, bahkan beliau pernah menjadi Pengawai Negeri Sipil (PNS) dalam bidang pendidikan.[7] DGH. Muhammad Nur Siradj berdakwah lewat lembaga pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa dan mewujudkan generasi yang berkarakter mulia.

Baca Juga :

Biografi TGH. Abhar Muhyiddin Pendiri Pondok Pesantren Darul Falah

Pertama kali menjadi guru di Sekolah Dasar Brang Kolong, setelah beberapa tahun menjadi guru di Sekolah Dasar Brang Kolong kemudian ia menjadi guru di Sekolah Dasar 2 Maronge dan setalah itu menjadi guru juga di Sekolah Dasar 1 Maronge. Bahkan KH. Muhammad Nur Siradj diamanahkan menjadi kepala sekolah tempat ia menjadi guru, yaitu kepala Brang Kolong, SD 2 Maronge dan SD 1 Maronge dan pernah menjadi pengawas sekolah.[8] Diselah kesibukan sehari-harinya mengabdi di lembaga pendidikan dan mengajar, KH. Muhammad Nur Siradj juga aktif berdakwah di Sumbawa.

Muhammad Nur Siradj tidak hanya berdakwah di kampungnya (Desa Pemasar) tetapi ia juga berdakwah dari bagian ano siup (Timur) dan ano rawi (Barat) seperti desa Empang, Plampang, Maronge, Simu, Lape, Mama, Lunyuk, Moyo, Ropang, Ranan, Alas dan Kabupaten Sumbawa Barat. Dakwah yang disampaikan dengan penuh kelembutan dan kebijaksanaan.

Dakwah yang ia sampaikan menggunakan bahasa Sumbawa, sehingga menjadi ciri khas KH. Muhammad Nur Siradj dan menjadi pembeda dengan pendakwah-pendakwah yang lain. Bahkan KH. Muhammad Nur Siradj mampu berceramah dari awal hingga akhir menggunakan bahasa Sumbawa. Hal tersebut penulis menyaksikan sendiri ketika menghadiri majlis ilmu yang diisi oleh KH. Muhammad Nur Siradj. Ceramahnya terkadang diselingi dengan cerita yang kaya akan pelajaran dan mendakwahkan agama yang toleran dan islam yang rahmatan lil alamin.

Bahkan cerita yang sering diceritakan dalam ceramahnya adalah roti lebuk (roti empuk) cerita ini memiliki makna yang sangat mendalam tentang berpolitik dan memilih pemimpin. KH. Muhammad Nur Siradj selalu menasehati masyarakat jangan sampai memilih pemimpin karena uang yang akan berdampak terhadap salahnya memilih pemimpin. Hal tersebut senada dengan hadis Nabi Muhammad Saw yang artinya orang yang menyogok dan yang disogok tempatnya di neraka.

Beli Buku

Karya

Walaupun KH. Muhammad Nur Siradj sibuk dengan pekerjaan mengajar, menjadi kepala sekolah dan keliling berdakwah di Sumbawa, tetapi ia tidak lupa untuk berkarya. Karena karya akan telus mengalir kemanfaatan walaupun pemilik karya sudah meninggal. Sehingga banyak ulama-ulama Nusantara yang memiliki karya. Menurut Amirul Ulum pasca zaman Walisongo, khususnya pada abad 17-20 Masehi, ulama Nusantara semakin membaik dalam berkarya, tetapi berbahasa Arab yang dicetak di Haramain, Mesir, Bombay, Turkey dan Hindi Belanda.[9]

Muhammad Nur Siradj tugasnya sebagai pendakwah, tentu mempersiapkan diri dengan baik pada saat berdakwah, terutama ia harus memiliki tema yang harus disampaikan pada saat mengisi pengajian. Penulis sendiri langsung melihat naskah-naskah hutbah dan isi ceramah yang ditulis tangan oleh KH. Muhammad Nur Siradj yang digunakan pada saat menjadi Khatib dan teks tersebut masih tersimpan rapi di rumah almarhum.

Baca Juga :

Keteladanan DGH. Muhammad Daud Batudulang As-Sumbawi

Memang KH. Muhammad Nur Siradj tidak memiliki karya tulis yang dicetak menjadi sebuah buku atu kitab, tetapi KH. Muhammad Nur Siradj memiliki karya yang luar biasa, yaitu ilmu yang ia berikan kepada para jamaah yang hadir pada saat ia menyampaikan ceramah, ketika acara Maulid, Nuzulul Qur’an. Walaupun KH. Muhammad Nur Siradj juga memiliki karya lain, seperti mendidik dan mewujudkan generasi Sumbawa yang cerdas dan berkarakter mulia.

Muhammad Nur Siradj melakukan pekerjaan mulia, yaitu menjadi guru dan pendakwah dengan hati yang gembira dan ikhlas, sehingga menghasilkan siswa yang memiliki budi pekerti yang sopan dalam berperilaku dan dalam bertutur kata. Bahkan setelah KH. Muhammad Nur Siradj pensiun menjadi guru, ia semakin fokus dan aktif berdakwah keliling Sumbawa dan Sumbawa Barat dalam rangka saling mengingatkan tentang kebenaran dan mensiarkan ajaran agama islam.

Kembali Ke Rahmatullah

Pengabdian menjadi pendakwah ia lakukan sampai Allah memanggil sang kekasihnya. KH. Muhammad Nur Siradj wafat di Rumah Sakit Provinsi Nusa tenggara Barat pada tanggal 2 Maret 2022.[10] Masyarakat Pemasar, murid dan sahabat-sahabat KH. Muhammad Nur Siradj sangat berduka mendengar kabar kemangkatan sosok ulama yang sangat semangat dalam berdakwah. Jenazah KH. Muhammad Nur Sirad berbondong-bondong diantar ke persitirahatan terakhir oleh masyarakat Pemasar, Jenazah dimakamkan di pemakaman Dusun Bukit Kembang Desa Pemasar-Maronge-Sumbawa.

Baca Juga :

Beli Buku

Biografi TGH. Ulul Azmi Lombok

Makam KH. Muhammad Nur Sirad sering di ziarahi oleh peziarah pada hari besar islam, terutama di ziarahi oleh keluarga, murid maupun sahabat almarhum semasa hidupnya. Dikarenakan KH. Muhammad Nur Siradj adalah sosok yang humoris dan humanis dalam bersosial, sehingga al-marhum meninggalkan kesan yang baik terhadap tetangga, sahabat, kerabat  dan para jamaah.

Biodata Penulis

Jeri Ardiansa, S. Pd, M.A lahir di Pemasar-Sumbawa 26 Mei 1996, sekarang menjadi Dosen tidak tetap di UIN Mataram dan Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat, tulisan atau minat kajiannya di bidang budaya dan sejarah dan sudah melahirkan karya atau buku diantaranya: PERNIKAHAN DI SUMBAWA: Adat dan Makna Simbol, ULAMA SUMBAWA: Biografi, Kiprah dan Karya. Penulis bisa dihubungi melaui telpon/WA 085338768165, FB Jeri Ardiansa dan IG Jeri Ardiansa.

Referensi :

[1] Wawancaar dengan Inayah Muntazhirin, 15 Desember 2022.

[2] Wawancara dengan Nurhasanah, 3 Maret 2023.

[3] berdasarkan berkas-berkas yang masih di simpan rapi oleh istri dan putra Al-marhum DGH. M. Nur Siradj.

[4] Ibid.

[5]  Wawancaar dengan Inayah Muntazhirin, 15 Desember 2022.

Beli Buku

[6] Ibid.

[7]  Berdasrkan berkas-berkas yang disimpan rapi oleh istri dan putra almarhum DGH. Muhammad Nur Siradj.

[8] Wawancara dengan Inayah Muntazhirin, 15 Desember 2022.

[9] Amirul Ulum, Meniru Jejak Kreativitas Ulama Nusantara, (Yogyakarta: CV. Global Press, cetakan ke-2 juni, 2020). hlm. 23

[10] Wawancara dengan Inayah Muntazhirin, 15 Desember 2022.

Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *