Oleh: Qoirul Lilah
Dr. KH Abdul Ghofur Maimoen, MA yang lebih akrab disapa Gus Ghofur di kalangan gawagis adalah putra kelima KH. Maimoen Zubair dengan istri keduanya Ibu Nyai Hj. Masthi’ah. Terlahir dari seorang kiai yang tersohor kealimannya tidak heran jika Gus Ghofur juga terkenal alim. Gus Ghofur dinikahkan dengan Ibu Ny Hj. Nadia Jirjis Ali Maksum Yogyakarta. Beliau dikaruniai satu putra yang biasa dipanggil Gus Nabil, dan dua putri yang biasa dipanggil Ning Afaf dan Ning Aida.
Gus Ghofur saat ini menjabat sebagai ketua STAI Al-Anwar Sarang sekaligus menjalankan mandat dari Abah beliau KH Maimoen Zubair untuk mengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3. Di kalangan para santri, beliau lebih akrab dipanggil “Babah”. Keseharianya dihabiskan untuk mendidik dan mengurus para santri. Mulai pagi hingga kembali pagi waktunya dihabiskan untuk mengajar para santri. Beliau selalu mengajarkan kepada para santri untuk sholat berjamaah dan selalu meberikan motivasi agar semangat belajar. Mulai pagi hingga sore hari aktivitasnya disibukkan menjalankan tugas sebagai ketua di kampus. Setelah sore tiba, beliau kembali ke ndalem, ditemani sepeda dan tas punggung yang beliau asto saat pergi ke kampus, setelah sampai di ndalem, jika sudah waktunya mengaji sore, tanpa istirahat beliau langsung menuju meja mengaji.
Babah kami adalah piantun yang sederhana. Kesederhanaan beliau inilah yang membuat kami para santri selalu mengaguminya. Dari beliau kami belajar kesederhanaan. Mulai ke kampus dengan naik sepeda dan tas punggung yang sederhana. Dari beliau kami belajar menjadi orang santun dan rendah hati, senyum dan sapaannya dalam memberi salam kepada para santri merupakan pelajaran yang tidak dapat kami temukan di tempat lain. Dan darinya juga kami belajar saling mengasihi, beliau selalu menanyakan keadaan kami yang terkadang jarang bagi kami untuk peduli kepada kondisi guru kami.
Gus Ghofur adalah piantun yang sangat mencintai ilmu dan mengedepankan ilmu. Menyelesaikan pendidikan di Mesir mulai dari S1 sampai S3. Negeri Piramid itu terkenal akan pusatnya keilmuan Islam yang sangat maju, pendidikan di sana merupakan sesuatu yang sulit jika bukan orang yang benar-benar teguh dalam menuntut ilmu. Hal tersebut menandakan bahwa beliau adalah piantun yang teguh dalam menuntut ilmu, sangat mencintai ilmu dan mengedepankan ilmu.
Sebagai seorang ketua sekolah tinggi dan kiai yang nasionalis tentu beliau disibukkan dengan jadwal yang bersangkutan dengan pendidikan, baik di pondok maupun di luar pondok. Namun sebagai dosen beliau juga bertugas mengajar dan membimbing mahasiswa mengerjakan skripsi. Di tengah kesibukannya yang padat, beliau selalu membimbing kami dengan teliti dan sangat hati-hati. Beliau selalu mengoreksi pekerjaan kami yang masih amburadul dalam hal menulis. Selain itu, beliau tidak langsung menyalahkan pekerjaan kami, beliau selalu menanyai kami apa alasan menulis hal tersebut, jika memang yang kita maksud salah, maka kami diarahkan yang lebih benar. Jika benar maka akan beliau katakan benar. Beliau juga selalu mewanti-wanti kami untuk selalu menulis dengan jujur dan tidak asal menulis atau mengutib. Mengajarkan kami untuk bertanggung jawab penuh dengan apa yang kita tulis. Memahami dan mempelajari serta bertnggung jawab dengan apa yang kita tulis.
Dari beliau kami belajar bahwa ilmu yang tinggi harus diimbangi dengan akhlak yang luhur. Babah, kami sangat berterima kasih atas bimbingan dan ilmu yang panjenengan berikan kepada kami. Terimakasih dan beribu trimakasih.
