/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Ketika Kiai Faqih Maskumambang Lupa Rukun Khutbah

Oleh : Amirul Ulum

Suatu ketika, Kiai Faqih Maskumambang sedang melakukan rihlah perjalanan dakwah di sebuah kampung tertentu untuk meninjau perkembangan agama Islam. Waktu itu, bertepatan dengan hari Jum’at. Melihat kehadiran Kiai Faqih Maskumambang, maka penduduk setempat merasa sangat bahagia, sebuah keberkahan yang tak terhingga. Untuk memperoleh keberkahan darinya, maka ia diminta dengan hormat agar berkenan untuk berkhutbah di masjid kampung yang disinggahinya. Tentunya, Kiai Faqih Maskumambang dalam masalah ini sungkan jika menolak.

Saat khutbah Jum’at akan dimulai, tiba-tiba Kiai Faqih Maskumambang diuji Allah subhânahu wa ta’âlâ dengan sebuah ujian yang berupa lupa rukunnya khutbah. Ia terdiam beberapa saat, sementara jamaah Jum’at sedang menunggu wejangan khutbah Jum’at yang hendak disampaikan. Supaya tidak menimbulkan prasangka yang kurang baik di hadapan para hadirin, akhirnya di tengah kebingungannya itu ia mempunyai sebuah ide. “Jika penduduk desa ini adalah nahdliyyin semua, pasti mereka mempunyai kitab Sulam Safinah atau Sulam al-Taufiq, “ katanya dalam hati.

Baca juga… KH. Muhammad Faqih Maskumambang – Gresik Sang Penolak Wahabi

Supaya tidak berlarut dalam menanti, ditanyailah salah seorang yang duduk dekat dengan mimbar. Ternyata, dia mempunyai kitab yang dimaksud Kiai Faqih Maskumambang. Diambilkanlah kitab tersebut, lalu dibukalah sejenak, maka ia mendapatkan ibarat/ teks tentang syarat rukun khutbah alâ Madzhab Syafi’i. Habib Abdullah bin Husein bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim Ba’alawi dalam Kitab Sullâm al-Taufîq mengatakan :

وَاَرْكَانُ الْخُطْبَتَيْنِ حَمْدُ الله وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْوَصِيَّةُ بِالتَّقْوَى فِيْهِمَا وَاَيَةٌ مُفْهِمَةٌ فِى اِحْدَاهُمَا وَالدُّعَاءُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ فِى الثَّانِيَةِ

“Rukun dua khutbah Jum’at itu ada lima. Pertama, memuji Allah (hamdullah). Kedua, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad . Ketiga, berwasiat dalam urusan takwa. Keempat, membaca ayat al-Qur’an dengan suara yang bisa dipahami dalam salah satu khutbah (baik khutbah yang pertama maupun yang kedua). Kelima, berdoa untuk keselamatan orang-orang yang beriman di khutbah yang kedua.” (Sullâm al-Taufîq)

Beli Buku

Baca juga… Ketika Mbah Moen Lupa Jumlah Takbir Salat Jenazah

Berawal dari kejadian di atas, Kiai Faqih Maskumambang mengabadikan kisahnya dalam sebuah syair yang secara teksnya berisi tentang spirit dalam belajar agar dapat mewujudkan sebuah cita-cita, namun jika diangan-angan secara mendalam ada muatan yang berisikan tentang rukun khutbah untuk memudahkan dalam menghafalkannya. Syair tersebut adalah sebagaimana berikut :

حَصِّلْ صَبْراً وَرَعًا أَذَبًا *دَاوِمْ سَهَرًا تَجِدِ الْأَمَلَ

“Sebuah cita-cita itu akan dicapai oleh seorang pelajar jika mereka mau bersabar, menjaga dari perkara yang haram, mempunyai budi pekerti yang tinggi, dan melanggengkan belajar di waktu malam.”

Jika diangan-angan dengan seksama, maka syair di atas mengandung sebuah muatan khutbah, ha’ yang ada dalam lafal hassil itu simbol dari lafal hamdalah (memuji kepada Allah). Shad yang ada dalam lafal shabran itu simbol dari shalawat. Wâwu yang ada dalam lafal wara’an itu simbol dari washiyyat. Hamzah yang ada dalam lafal adaban itu simbol dari ayat atau membaca ayat suci al-Qur’an. Sedangkan dal yang ada dalam lafal dâwim itu simbol dari du’aatau doa untuk orang yang beriman.

Referensi :

KH. Maimoen Zubair & Kiprahnya di Nahdlatul Ulama karya Amirul Ulum

 

Beli Buku

 

Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *