Oleh: Ni’amul Qohar
Ning Sheila Hasina, merupakan putri keturunan dari salah satu masayikh Pondok Pesantran Lirboyo Jawa Timur, KH. Zamzami Mahrus dan Ibu Nyai Hj. Hannah Zamzami. Sejak kecil beliau dibesarkan di lingkungan pesantran. Abah dan Uminya selalu memberikan bimbingan mengenai pendidikan yang ditempuh oleh Ning Sheila. Seperti umumnya anak kecil pada waktu itu. Setiap pagi Ning Sheila belajar di bangku SD (Sekolah Dasar), sedangkan sore harinya belajar di TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Ning Sheila selesai belajar TPQ di kelas dua/ tiga SD. Meskipun sudah selesai beliau tetap mendalami ilmu agama dengan cara mengikuti kajian kitab kuning yang ada di sekitar lingkungannya. Sejak saat itu Ning Sheila mulai menghafal nadhom, tasrif shorof, belajar nahwu dan fiqih.
Uminya selalu mengajarkan tentang kedisiplinan, ketika waktunya belajar, harus belajar, ketika waktunya mengaji, harus mengaji, ketika saatnya sekolah, harus sekolah, dan ketika saatnya bermain, harus bermain. Kedisiplinan ini membuat Ning Sheila kecil menjadi pribadi yang teratur. Memiliki waktu untuk fokus belajar serta mendapatkan hak waktunya untuk bermain dengan teman-temannya.
Setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar, atas arahan kedua orang tuanya, Ning Sheila mulai nyantri di Pondok Pesantren Al-Ishom Jepara, tempat nyantri Uminya dulu. Di pondok pesantren inilah Ning Sheila mulai menghafal Al-Qur’an yang sebelumnya ketika masih SD lebih fokus belajar tahsin, tajwid, makhorijul huruf, dan lain sebagainya.
Baca juga… Ning Nadia Abdurrahman Influencer Tahfidzul Qur’an
Ning Sheila menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya ketika berumur 13 menuju 14 tahun. Perjalannya mendalami ilmu agama tidak berhenti sampai di sini, beliau melanjutkan nyantri lagi untuk fokus belajar kitab turost (kuning) karya para ulama. Atas arahan Uminya, beliau nyantri di Lirboyo, lebih tepatnya Pondok Pesantren Mubtadiat, asuhan KH. Anwar Manshur. Di sinilah beliau belajar banyak untuk mendalami kitab turost. Di samping itu beliau juga berkecimpung di dalam organisasi pesantren.
Ning Sheila berkenal sebagai perempuan yang pemberani, terutama dalam menyampaikan pendapat maupun gagasan. Hal ini yang membuatnya masuk di dalam organisasi bathsul masail atau musyawarah yang ada di pesantren. Sebenarnya Ning Sheila masuk di Pondok Pesantren Mubtadiat ini terhitung tertinggal, banyak temannya yang sudah bisa membaca kitab kuning satu kelas dengannya. Sebab mereka nyantri di Pondok Pesantren Mubtadiat ini mulai dari kelas dasar, sedangkan Ning Sheila langsung masuk kelas 3 Tsanawiyah.

Keadaan tersebut tidak membuat Ning Sheila patah semangat, justru membuatnya terpacu untuk terus semangat belajar. Beliau tidak mau ketinggalan dengan teman-temannya. Ning Sheila selalu gigih dalam belajar membaca serta memahami setiap ibarot yang ada di dalam kitab turost. Beliau tidak pernah absen dalam setiap forum batshul masail, maupun pelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Mubtadiat. Atas kedisiplinan serta kegigihannya, Allah SWT memberikan futuh keilmuan buat Ning Sheila.
Baca juga… Telaah Landasan Hukum Ta’aruf Menurut Ning Hj. Amiroh Alauddin
Kemampuannya dalam publick speaking dimulai dari seringnya beliau ikut kegiatan batshul masail, bermusyawarah, membuat konten video sendiri, dan pernah juga mengikuti lomba pidato. Sehingga menjadikannya sudah terbiasa di depan kamera maupun di depan publik dalam menyampaikan pendapat maupun gagasan. Penyampaiannya pun mudah untuk dipahami dan diterima khalayak umum, meskipun kajian yang disampaikannya terbilang rumit, seperti hukum darah wanita. Semua ini berkat luas dan dalamnya pemahaman beliau tentang ilmu agama.
Ratu Ustadzah Kontemporer
Ning Sheila mendapat julukan Ratu Ustadzah Kontemporer, menjadi idola semua santri di Indonesia bahkan luar Indonesia. Beliau sangat aktif sekali membagikan ilmu tentang fiqih kewanitaan, terutama masalah darah haid yang dialami oleh setiap wanita. Dakwahnya di media sosial tentang fiqih kewanitaan disambut dengan baik oleh masyarakat. Banyak masyarakat ketika mencari landasan hukum dari setiap permasalah yang diamalinya membuka akun Instagram Ning Sheila, membaca highlight (sorotan) dari setiap kajian yang disampaikannya.
Bagi Ning Sheila sendiri banyak para perempuan di luar sana yang membutuhkan pemahaman tentang fiqih kewanitaan. Sudah saatnya ilmu-ilmu yang didapatakan di pesantren untuk disebar-luaskan melalui media sosial sebagai tempat berdakwah. Meskipun ada juga sebagaian Bu Nyai atau Nawaning yang masih tertutup, sebab ada alasan tertentu yang tidak bisa dihindari. Dikembalikan lagi pada masing-masing pribadinya beserta aturan yang diterapkan di lingkungan para Bu Nyai atau Nawaning tersebut.
Baca juga… Ibu Nyai Hj. Khadijah, Pentingnya Belajar Parenting dari Nabi Ibrahim AS
Ning Sheila meskipun membuat kajian khusus tentang fiqih kewanitaan yang bisa kita temui di media sosial, membuat beliau tidak lupa akan kewajibannya sebagai seorang pendidik untuk para santrinya yang berada di pondok pesantren. Beliau sangat menghindari acara di luar ketika diselenggarakan pada malam hari, baik itu melalui daring maupun luring, sebab kalau malam hari habis magrib beliau memiliki jadwal wajib untuk mendidik para santri di pondok pesantren. Pesan Uminya, Ibu Nyai Hannah yang selalu diingatnya yaitu “Santri jauh-jauh ke sini mau ngaji kamu tinggal.”

Fiqih Kewanitaan
Kajian fiqih kewanitaan, menjadi fokus yang sering disampaikan oleh Ning Sheila. Sebenarnya hal ini berawal dari Ning Sheila yang seringkali melihat para perempuan di luar sana shalatnya masih belum benar, wudhunya kurang sempurnya. Sedangkan di pondok pesantren sendiri, beliau menemukan banyak mitos tentang fiqih kewanitaan yang menjadi PR besar bagi semua perempuan. Hal ini perlu untuk dijawab dengan ilmu berdasarkan rujukan dari kitab turost para ulama. Seperti contoh mitos tentang larangan (haram) untuk memotong kuku atau rambut ketika sedang haid. Padahal menurut syariat yaitu hukumnya sunah untuk tidak memotongnya.
Ada juga mitos ketika kuku atau rambut yang terlanjut dipotong maka wajib dikumpulkan dan disucikan bersamaan dengan mandi besar. Padahal hukum yang benar yaitu tidak wajib disucikan, namun sebaiknya rambut atau kuku yang dipotong atau rambut yang rontok dikumpulkan lalu dikubur agar tidak dilihat oleh selain mahromnya. Sebab kuku dan rambut yang sudah terpotong masih dihukumi sebagai aurat.
Baca juga… Syaikhah Khairiyah Hasyim Asy’ari
Berikutnya yang sering disalah-pahami oleh para perempuan yaitu mengenai penghitungan masa darah haid dan darah istihadhoh. Terutama mengenai darah yang keluar lebih dari 15 hari yang pasti akan diambil hukum secara simpel, yaitu 15 hari haid, 15 hari istihadhoh. Tidak memandang warna darahnya apa, adat (kebiasaannya) seperti apa. Sebenarnya ini kekeliruan yang sangat fatal karena pemahaman instan tentang darah perempuan.
Contoh pemahaman yang salah misalnya keluar darah 6 hari, berhenti 17 hari, keluar darah 8 hari. Lalu dipahami bahwa darah yang keluar 6 hari itu termasuk haid, sedangkan darah yang keluar 8 hari itu dikatakan istihadhoh. Karena diambil kesimpulan maksimal haid 15 hari, sedangkan minimal suci 15 hari. Perhitungan suci dimulai dari hari ke 16 sedangkan darah 8 hari keluar sebelum suci 15.
Menurut Ning Sheila hukum yang benar mengenai kasus di atas yaitu haidnya 6 hari dan 8 hari (karena dari 8 hari ini keluar setelah minimal masa suci 15 hari), perhitungan masa suci tidak perlu menunggu 15 hari tapi langsung terhitung ketika darah berhenti.
Baca juga… Bunyai Cerdas, Tapi Lebih Cerdas Pak Kiai

Ning Sheila juga menyampaikan mengenai ketentuan darah haid. Darah yang keluar bisa dikatakan haid jika memenuhi beberapa syarat yaitu sebagai berikut.
- Keluar setelah umur 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit menurut menanggalan Hijrah/ 8 tahun 8 bulan menurut kelender Masehi.
- Tidak kurang dari 24 jam baik keluar terus-menerus atau terputus-putus asal masih dalam lingkup 15 hari.
- Tidak lebih dari 15 hari 15 malam.
- Harus keluar setelah masa suci (yang memisah) genap 15 hari 15 malam.
Kesimpulannya bahwa, 1. Jika darah yang keluar kurang dari umur minimal maka hukumnya istihadhoh, 2. Jika darah yang keluar kurang dari 24 jam maka hukumnya istihadhoh, 3. Jika keluar lebih dari 15 hari maka ada yang dihukumi haid dan ada yang dihukumi istihadhoh, tergantung dia masuk mustahadhoh apa, 4. Jika keluar belum masa genap 15 hari, maka darahnya yang digunakan untuk menggenapkan suci dihukumi istihadhoh.
Sumber Rujukan
Rumah Cerita Eps.22 : Kiprah Ning Sheila Dalam Fiqih Wanita Ft. Ning Sheila Hasina, di dalam YouTube Tv9 Official
Highlight (sorotan) akun Instagram pribadi Ning Sheila Hasina