/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Perjuangan KH. Djalal Suyuthi dalam Merintis Pesantren

Oleh: Abdul Khamid

Perjalanan Djalal Kecil sampai Menikah

Seorang Kiai atau Ulama yang merintis sebuah pesantren dari nol hingga berkembang pesat sampai saat ini perlu untuk kita kenang dan bisa menjadi contoh dalam berdakwah untuk menyebarkan agama Islam lewat pesantren, yaitu KH. Djalal Suyuthi seorang ulama yang dilahirkan di Salam Kanci, sebuah desa di barat daya Kota Magelang. Beliau adalah putra dari Kiai Yunus seorang tokoh yang sangat dihormati di desa tersebut. Prawakannya gagah, berkulit putih, dan sangat patuh kepada orang tua. Pernah suatu ketika keluarga Kiai Yunus mengalami krisis ekonomi sampai kelaparan menimpa keluarganya, namun Djalal kecil tidak menangis, tidak pernah menyalahkan orang tuanya bahkan beliau dapat menenangkan kedua orang tuanya dengan berkata: “Meniko sedanten saking nikmatipun gusti Allah Ta’ala ingkang kedah kulo lan Bopo Ibu Syukuri”.

Sama seperti layaknya anak kecil pada umumnya, Djalal mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang tuannya. Kiai Yunus sendiri yang memulai mengenalkan Al-qur’an, shalat, dan bacaan doa-doa. Dari modal pendidikan agama yang sudah di ajarkan oleh ayahnya kepada Djalal, membuatnya tambah semangat untuk menuntut ilmu, beliau pun akhirnya meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk melanjutkan belajar agama dengan berjalan dari rumahnya menuju pulau garam untuk berguru kepada KH. Kholil Bangkalan Madura.

Setelah beberapa tahun, beliau melanjutkan perjalanan menuju Desa Donglo yang masuk wilayah Lirboyo Kediri untuk belajar kepada Kiai Donglo. Setelah dirasa cukup, beliau melanjutkan lagi perjalanannya untuk menjelajah tempat-tempat para ulama menetaskan ilmunya. Sampai ada sebuah riwayat walaupun sudah menikah beliau tetap mengembara mencari ilmu, rela meninggalkan Istrinya (nyai Welas) yang pada waktu itu sedang mengandung putra beliau.

Begitulah sebagian kecil dari perjuangan sang ulama yang begitu haus akan keilmuan, penuh keprihatinan, kesabaran, keuletan, tegar, serta tidak terganggu anak dan istrinya, karena semata-mata cita-cita beliau ingin berguna bagi kyalayak umum dan memperjuangkan misi dakwah ajaran agama Islam.

Masa Penjajahan Jepang

Beli Buku

KH. Djalal Suyuthi adalah seorang ulama’ yang senantiasa haus akan keilmuan. Dibuktikan beliau selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu daerah ke daerah lainnya. Pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942 pernah terjadi suatu peristiwa dengan daerah-daerah yang dilewati beliau. Jalan yang pernah dilintasi beliau (sekarang menjadi Jl. Raya Solo-Semarang) tidak mampu dilewati tentara Jepang. Dikabarkan bahwa itu semunya karena dipagari Ghoib oleh KH. Djalal Suyuthi. Ketika Jepang tau, bahwa ada tokoh ulama’ yang menghalang-halangi misi tentara Jepang, maka beliau ditangkap dan akan dibawa ke markas tentara Jepang. Namun baru melangkahkan kaki beberapa langkah terjadi sebuah keanehan yaitu KH. Djalal Suyuthi menjatuhkan pecinya lalu beliau dawuh dan memberikan tantangan, bilamana tentara Jepang mampu mengambil peci tersebut, maka beliau bersedia untuk dibawa ke markas Jepang, dan sebaliknya jika tentara Jepang tidak mampu mengambil pecinya maka beliau tidak mau dibawa kemarkas tentara Jepang. Teryata tidak ada satu pun tentara Jepang yang mampu, dan akhirnya beliau dilepaskan.

Diceritakan pula bahwa KH. Djalal Suyuthi pernah melakukan shalat di pinggir jalan setapak dan dilihat sebagai batu besar oleh tentara Jepang. Suatu ketika kelebihan-kelebihan beliau didengar oleh khalayak umum dan ada sebuah riwayat yang mengatakan kalau yang mulia Sultan Hamengku Buwono I, Kraton Ngayogyakarta memanggil beliau untuk dinobatkan menjadi Bupati wilayah Kartosuro, beliau menolak dengan halus dengan alasan lebih suka mengaji bersama para Kiai dan santri.

Membangun Pondok Pesantren

Perjalanan dakwah KH. Djalal Suyuthi terus berkembang sampai berhentilah di sebuah Desa Petungsari. Karena waktu itu masih ada banyak penjajah, maka warga desa tersebut mengalami kesulitan dalam mengembangkan dakwah Islam maupun kehidupan sosialnya. Masih banyak orang yang belum mengenal ajaran Islam, bahkah ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa masyarakat ini dikenal sebagai masyarakat yang rusak dan akrab dengan sebutan mo-limo yang jauh dari agama serta banyak non muslimnya.

Bapak Juwahir adalah salah satu tokoh yang ada di desa Petungsari/ Bener sebagai seorang Imam Mushola, beliau merasa tergugah untuk memperdalam ajaran agama Islam dengan menjadi seorang santri dari Kiai Niam, Kiai dari desa Cabean. Semakin hari semakin bertambah para jamaahnya sehinga terjadilah sebuah musyawarah antara bapak Juwahir dan Kiai Niam untuk mendatangkan seorang Kiai guna mengasuh jamaah yang semakin bertambah banyak. Beberapa bulan kemudian Kiai Niam meminta kepada KH. Djalal Suyuthi untuk memikul tugas mulia tersebut dan Kiai Djalal menerima tawaran tersebut, sehingga semakin hari jamaah semakin bertambah membuat mushala sudah tidak muat untuk menampung jamaah yang berdatangan untuk belajar agama Islam

Bapak Juwahir memberikan sebuah solusi mewakafkan tanahnya untuk didirikannya sebuah Masjid dengan harapan bisa lebih besar menampung jamaah dan KH. Djalal Suyuthilah yang menjadi Imamnya semakin mengetahui minat belajar agama semakin banyak. Kiai Djalal mendirikan Pondok Pesantren di samping Masjid pada tahun 1926 yang dibantu oleh semua santri dan masyarakat. Bentuk bantuanya mulai dari penggalian tanah, menacari bambu, kayu dan mencari batu. Mereka saling bahu membahu dengan penuh semangat, kesabaran dan semata-mata ikut berjuang untuk membuat tempat belajar agama Islam. Semakin hari santri yang berdatangan bertambah untuk menimba ilmu kepada Kiai Djalal. Pada masa kepemimpinan beliau menjadi pengasuh di pesantren tersebut bertepatan dengan bangsa Indonesia yang masih dijajah oleh Jepang. Kejadian sangat tragis pun dirasakan oleh Kiai dan santri pada tahun 1942-1946 dimana tantangan dan cobaan selalu berdatangan, akan tetapi tidak menyurutkan seorang Kiai untuk selalu mengajarkan agama Islam kepada para santri walaupun dalam suasana tekanan, bersembunyi-sembunyi. Semangat dan komitmennya seorang santri untuk belajar di masa seperti itu berjalan sampai pada tahun 1947. Pada tahun ini kehidupan Pondok Pesantren mulai kembali normal dan pada tahun ini pula KH. Djalal Suyuthi dipanggil Allah SWT, tangis semua santri dan masyarakat pecah mendengar seorang Guru, Kiai, Ulama’ yang setiap harinya mengajari ilmu-ilmu agama kini sudah tiada.

Sepeninggalan KH. Djalal Suyuthi kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh Putranya yang bernama KH. Duri. Sampai saat ini kepemimpinan pengasuh Pondok Pesantren sudah berganti 5 priode. Semuanya saling memberikan kontribusi untuk peningkatan kualitas Pondok Pesantren yang di awali dari rintisan KH. Djala Suyuti, semakin tahun semakin berkembang Pondok Pesantren tersebut hingga sekarang sudah ada lembaga dari Pondok Pesantren Al-Manar, MI, MTs, MA dan MAK, Madin samua santri tersebar dari berbagai daerah, mulai dari Jawa Timur, Sumatra, Riau, Kalimantan semuanya ada dengan berbondong-bondong datang ke Pesantren Al-Manar Ds. Bener Kecamatan Tengaran Kab. Semarang untuk menuntut ilmu, baik ilmu umum maupun ilmu agama.

Beli Buku
Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *