/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Cinta dan Cemburu Sayyidah Aisyah RA Kepada Rasulullah SAW

Oleh: Redaksi

Sayyidah Aisyah RA adalah satu-satunya istri Rasulullah SAW yang dinikahinya ketika masih perawan. Waktu menikah dengan Rasulullah SAW umurnya masih sembilan tahun. Meskipun sudah menjadi istri Rasulullah SAW, ia masih tetap berada di rumah ayahnya yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq. Ketika Rasulullah SAW berkunjung ke rumah sahabatnya ini, hatinya sangat terhibur dengan tingkah laku Sayyidah Aisyah RA yang masih kekanak-kanakan.

Begitu juga dengan Sayyidah Aisyah RA ketika Rasulullah SAW mengunjunginya, ia selalu menampakkan kebahagiaan dalam raut wajahnya yang cantik. Hatinya sangat bergetar ketika bertemu dengan Rasulullah SAW. Apalagi kalau Rasulullah SAW berjalan menuju kamarnya. Mendengar suara langkah kakinya saja sudah membuat hati Sayyidah Aisyah sangat berdebar-debar. Langkah kaki yang sudah sangat ia kenal ketika masih kecil di Makkah. Sayyidah Aisyah RA selalu menyambut kedatangan Rasulullah SAW dengan segala kecantikan dan kelebihan yang dimilikinya. Lalu ia berucap dengan kata-kata lembut yang sangat mengesankan.

Namun Sayyidah Aisyah RA juga memiliki sifat seperti halnya kodrat seorang perempuan, yaitu pernah merasakan kesal dan cemburu. Rasa kesal dan cemburunya ini timbul ketika Rasulullah SAW masih selalu ingat kepada Sayyidah Khadtijah RA. Hatinya semakin teriris ketika mengingat kalau Sayyidah Khadtijah RA mampu memberikan keturunan sedangkan dirinya masih belum menampak tanda-tanda mengandung. Ia paham bahwa suaminya ini sangat menginginkan keturunan laki-laki sebagai penerus perjuangannya. Melihat kondisi yang seperti ini membuat Rasulullah SAW melimpahi rasa cinta dan kasih sayangnya kepada Sayyidah Aisyah RA tanpa tertandingi. Hal ini mampu membuat Sayyidah Aisyah RA selalu bersabar dalam keimanan maupun ketaqwaan. Ia telah berhasil membangun ketebahan hati yang sangat mengagumkan.

Dalam hati kecilnya ingin sekali ia turut merawat dan mengasuh anak-anak Sayyidah Khadtijah RA. Namun apalah daya ia belenggu dengan tirai cemburu yang amat kuat. Sehingga telah menutupi rasa keinginannya itu. Tatkala melihat anak-anak Sayyidah Khadtijah RA, baginya sama dengan melihat Sayyidah Khadtijah RA itu sendiri, istri pertama Rasulullah SAW yang sangat berjasa besar dalam perjuangan dakwah agama Islam. Maka untuk menghilangkan rasa kepedihan itu, Sayyidah Aisyah RA mengambil anak laki-laki bernama Abdullah bin Zubair dari saudara perempuannya yaitu Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Serta mengambil Qosim putra saudara laki-lakinya yang bernama Abdurrahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq dan satu lagi anak perempuannya yang kecil.

Api kecemburuannya membara lagi tatkala mendengar kabar bahwa suaminya akan menikah lagi. Sayyidah Aisyah RA semakin pedih dan bingung menghadapi kenyataan ini. Timbul pertanyaan di dalam benaknya “Mengapa Rasulullah menikah lagi ?” Pertanyaan ini yang sering kali mengacaukan pikirannya, di samping berperang dengan pikirannya sendiri itu, ia pun tidak mampu untuk mencegah suaminya untuk tidak menikah lagi. Sebab Rasulullah SAW menikahi seseorang wanita itu atas dasar perintah dari Allah SWT.

Ketika ia marah, Rasulullah SAW selalu menanggapinya dengan bersabda “Keterlalauan, seandainya aku mampu berbuat seperti itu, aku tetap tidak akan melakukannya”. Atau beliau bersabda
“Aisyah, apakah kamu cemburu ?”. Sayyidah Aisyah RA pun menjawab dengan jujur “Bagaimana aku tidak cemburu, sedangkan aku sangat mencintaimu.”

Beli Buku

Layaknya kodrat seorang perempuan, Sayyidah Aisyah RA pun merasakan cemburu. Akan tetapi tidak sampai melampaui batas yang sudah ditetapkan oleh agama. Tidak sampai menimbulkan keributan dalam sebuah rumah tangga yang berujung pada perceraian. Kecemburan Sayyidah Aisyah RA menunjukan bahwa inilah fitrah seorang perempuan. Rasa cemburu yang bisa menjadi bukti perasaan cintanya yang murni dan tulus kepada Rasulullah SAW.

 

Wallahu’alam bishowab

Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *