Oleh : Amirul Ulum
Siapa yang tak kenal Tok Pulau Manis, seorang ulama kharismatik yang masyhur dari Terengganu, mempunyai banyak karya tulis, terlebih Syarah Hikam yang dianggap sebagai kitab tasawuf Sunni paling tua dari karya-karya ulama Melayu seperti halnya Hidayah al-Salikin karya Syaikh Abdus Shomad al-Palimbani, al-Durru al-Nafis karya Syaikh Muhammad Nafis al-Banjari, Minhaj al-Abidin karya Syaikh Daud al-Patani, dan Diya’ al-Wara karya Syaikh Muhyidin Aceh.
Tok Pulau Manis mempunyai nama lengkap Syaikh Abdul Malik ibn Abdullah. Sedangkan nama Tok Pulau Manis adalah sebuah gelar yang ramai disapakan kepadanya. Selain laqab (julukan atau gelar) ini, ia juga mempunyai banyak sematan seperti halnya Dato’ Pulau Manis, Tok Syaikh Pulau Manis, Tok Ku Pulau Manis, Tuan Pulau Manis dan Syarif Abdul Malik.
Tok Pulau Manis dilahirkan di Kampung pauh, Ulu Terengganu. Tentang kapan tarikhnya, sejarawan Malaysia masih belum menemukan kepastiannya karena minimnya data yang mengupas hal tersebut. Hanya saja menurut catatan Islmail Che Daud bahwa kelahirannya sekitar tahun 1650 M/ 1060 H.
Leluhur Tok Pulau Manis berasal dari trah ulama yang mengedapankan syiar agama Islam. Ayahnya, Syaikh Abdullah ibn Abdul Qahhar merupakan seorang penyebar agama Islam di Kampung Pauh Ulu Terengganu. Sedangkan kakeknya, Syaikh Abdul Qahhar merupakan seorang ulama dari Baghdad, Irak. Karena sebuah konflik, ia berhijrah ke Semenanjung Arab, tepat di Haramain untuk memperdalam ilmu keagamaannya disamping untuk menunaikan ibadah dan menenankan hatinya hura-hura negerinya yang tidak kunjung usai. Setelah keilmuannya sudah mumpuni, ia tidak kembali ke daerah asalnya, namun merantau ke daerah Aceh, Sumatera Utara untuk menyebarkan agama Islam. Dengan senang hati Kesultnan Aceh menerima kehadiran Syaikh Abdul Qahhar. Setelah dari Aceh, ia mengembara lagi ke Semanjung Melayu untuk misi dakwahnya tepatnya di Kampung Batu Belah, mukim Jenangor, Ulu Terengganu.
Sejak kecil Tok Pulau Manis mendapatkan didikan ketat dari ayahnya atas dasar-dasar agama Islam seperti halnya ilmu teologi, gramatika Arab, fiqih, tafsir, usul tafsir, Hadist, usul al-Hadist, dan mantiq. Selain ayahnya, tidak diketahui kepada siapa Tok Pulau Manis berguru agama Islam ketika masih menjalani dirasah di kampung halamannya. Menjelang 8 Jumadi al-Akhir 1092 H/ 25 Juni 1681 M, ia sudah menjalani dirasahnya di Haramain. Ia bertempat tinggal di Kampung Jawah bersama dengan Syaikh Abdur Rauf al-Sinkili, salah seorang ulama masyhur dari Aceh ketika menjalani rihlah ilmiahnya di Haramain. Keduanya berguru dengan Syaikh Ibrahim al-Kurani dan Syaikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syaikh Sayyid Ahmad ibn Muhammad Yunus al-Badriyyi.
Dengan penuh ketekunan Tok Pulau Manis belajar berbagai disiplin ilmu agama islam kepada ulama-ulama Haramain yang menggelar halaqahnya di Masjidil Haram, kediaman, dan di zawiyah para sufi, terlebih kepada Syaikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syaikh IBRAHIM al-Kurani. Dari keduanya, ia mendapatkan didikan tasawuf dan dibaiat menjadi mursyid Tarekat Syattariyyah seperti Syaikh Abdur Rauf al-Sinkeli.

Setelah mendapat ijazah Tarekat Syathariyyah dari Syaikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syaikh Ibrahim al-Kurani yang menjadi icon utama tarekat tersebut, serta keilmuannya sudah dianggap matang, maka Tok Pulau Manis diperbolehkan untuk kembali ke Kampung halamannya guna menyebarkan agama Islam dan mengembangkan Tarekat Syattariyah di Terengganu, Malaysia. Untuk Tarekat Syatthriyah di Nusantara_Indonesia dikembangkan oleh Syaikh Abdur Rauf al-Sinkeli yang dilanjutkan beberapa muridnya yaitu Syaikh Muhyi Pamijahan dan Syaikh Ibrahim Ulakan al-Minangkabawi.
Tiba di Kampung halamannya, Tok Pulau Manis menyusun sebuah gerakan dakwah al-Islamiyyah untuk memajukan Islam. Wilayah Ulu Terengganu dikenal sebagai kawasan yang sudah maju, termasuk kajian agamanya. Oleh sebab itu, ia berkehendak untuk berhijrah ke daerah lain, tepatnya di Kampung Pulau Manis, yang terletak kurang lebih 18 atau 11 km Batu Kehulu Mudi Kuala Terengganu. Kealiman yang terpancar darinya telah menjadi magnet kuat. Pengajian yang diselenggarakan di pondoknya telah dibanjiri thalabah dari Semenanjung Melayu, terlebih Muslim Terengganu.
Banyaknya minat santri dari kalangan Melayu yang belajar kepada Tok Pulau Manis membuat inspirasi penunjang untuk mempermudah mereka dalam memahami agama Islam yang kebanyakan sumbernya dari kitab-kitab yang berbahasa Arab. Dibuatlah kitab-kitab berbahasa Melayu seperti halnya Syarah al-Hikam, Syarah al-Kifayah, Risalah Kaifiyyat al-Niyyah, dan Syarah naql. Kitab-kitabnya ini disalin oleh murid-murid sebagai bahan kajiannya.
Kitab al-Kifayat menerangkan tentang ushuluddin dan fiqih. Di dalamnya dikupas masalah binatang yang diperbolehkan untuk dimakam atau yang diharamkannya. Jumlah ketebalan kitab ini sebanyak 152 halaman yang diterbitkan pada 25 Syawaal 1138 H/ 27 Juni 1726.
Risalah Naql membahas tentang kajian ilmu fiqih yang di dalamnya terdapat 14 pendapat yang dikutip dari ulama-ulama mu’tabarah, termasuk yang menjadi bahan kajiannya adalah tentang jumlah Muslim yang mendirikan salat Jum’at. Kebanyakan isi kitab ini disarikan dari kitab Dhau’ al-Syam’ah karya Syaikh Jalaludin al-Suyuti.
Risalah Kaifiyyat al-Niyyah mengupas tentang ilmu fiqih yang dibarengi dengan tasawuf. Aroma tasawuf kitab Hikam karya SYAIKH ibnu Athaillah al-Askandari sangat ketara sekali. Kitab ini berjumlah 17 halaman. Di antara pembahasannya adalah tentang niat ketika hendak menjalani sebuah ibadah. Menurut sebuah pendapat, kitab ini pernah dipelajari di Sumatera sebab adanya copian yang ditemukan di sana.
Syarah al-Hikam membahas tentang kajian ilmu tasawuf untuk menata hati dalam menggapai rida Yang Maha Suci. Kitab ini berjaya mempopulerkan nama Tok Pulau Manis sebagai ulama Berjaya yang disegani kaumnya. Ia sangat masyhur sebagai ulama yang mengedepankan sendi-sendi kelimuan tasawuf sebagaimana gurunya, Syaikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syaikh IBRAHIM al-Kurani.
Sebagaimana kebanyakan pengamal tarekat dan tasawuf, maka tidak mengherankan jika Tok Pulau Manis mempunyai sebuah karomah atau ma’unah serta kekuatan yang luar biasa yang diberikan kepada wali Allah atau hamba yang saleh. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Tuan Guru Haji Abdurrahman Ismail, ketika Tok Pulau Manis mendengar gurunya di Makkah mengingkan sebuah durian dari Kampung Melayu, maka dengan seketika Tok Pulau Manis mengambilnya dan memberikannya kepada sang guru.

Dalam membangun bahtera rumah tangga, Tok Pulau Manis dikarunia 4 keturunan yang meneruskan perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam dan mengembangkan pondok pesantren rintisannya. Mereka yaitu, Syarif bahrudin, Ya’qub, imam Yusuf, dan satunya seorang perempuan yang disunting oleh Tuan Zainal Abidin ibn Tun HABIB Abdul Majid.
Umur Tok Pulau Manis diabdikan untuk menyebarkan agama Allah. Tidak lelah-lelahnya ia selalu mengajar dan mendidik murid-muridnya agar menjadi alim. Dakwahnya senantiasa dijalankan hingga akhirnya ia kembali ke Rahmatullah pada 1730 M. Sebagian pendapat mengatakan ia wafat pada 1736 M. Ia dimakamkan di pemakaman Kampung Pulau Manis, mukim Serada, daerah Kuala Terengganu. Makamnya ramai diziarahi orang untuk berwasilah atau mengingat perjuangannya. {}