Oleh : Amirul Ulum
Minangkabau sebagaimana yang didefinisikan oleh A.A. Navis, ia merupakan kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki, serta menganut sistem adat yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Orang Minangkabau merupakan penganut sistem matrilineal terbesar di dunia. Mereka sangat gigih dalam berniaga. Mereka mempunyai keinginan kuat untuk mengasah intelektual, sehingga ketika ajaran sudah Islam dianut, maka selangkah menjadi lebih maju. Islam telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Nama Minangkabau menurut Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi mempunyai arti ghalabat al-jamûs, kerbau yang menang. Menurutnya, orang Minangkabau mempunyai kebiasaan adu kerbau di hari-hari tertentu. Maka datanglah raja Jawa (penguasa Majapahit) membawa kerbau besar untuk diadu dengan kerbau raja negeri ini. Kerbau yang diadu milik raja Minang adalah kerbau kecil (anak kerbau/gudel), tidak seimbang dengan milik raja Jawa, namun kemenangan berpihak kepada Minangkabau. Sejak itulah dinamakan Minangkabau yang beribu kota di Pagaruyung. Cerita ini diperkuat dengan apa yang dituangkan dalam Hikayat Raja Pasai.
Kerajaan Majapahit sangat berambisi ingin menguasai Nusantara sebagaimana yang didengungkan oleh pendahulunya, Raja Singasari, Kertanegara. Ia ingin memasukkan wilayah Sumatera dan pulau besar lainnya ke dalam kekuasaannya. Ketika mendengar batara Majapahit hendak menyerang Kerajaan Pagaruyung, saat mendengar pasukan Majapahit sudah sampai di perbatasan kerajaan, maka Raja Pagaruyung mengumpulkan pembesar kerajaan untuk diajak bermusyawarah. Akhirnya, berkumpullah mereka membahas ihwal datangnya pasukan Majapahit. Dalam musyawarah ini, ada yang berakata bahwa jika Pagaruyung menyambut kekuatan Majapahit dengan kekuatan, perang, niscaya Pagaruyung akan kalah sebab kekuatan yang tidak berimbang. Oleh sebab itu, agar darah tidak sia-sia mengalir. Akhirnya, dibuatlah sebuah siasat, yaitu adu kerbau yang menjadi kegemaran masyarakat Pagaruyung.
Baca juga… Kajian Sejarah Para Leluhur Ulama Tanah Ogan Sumatera Selatan
Agar pasukan Majapahit merasa dihormati, diutuslah putri Raja Pagaruyung, yaitu Tantejo Gerhano. Ia merupakan seorang gadis yang mempunyai tata krama luhur dan lembut hatinya. Ia bersama dengan gadis-gadis Pagaruyung didandani dengan sedemikian cantiknya diperintahkan pergi untuk menemui pasukan Majapahit di perbatasan. Pasukan Majapahit menyangka mereka akan disambut dengan pasukan perang, ternyata kenyataannya tidaklah demikian. Mereka disambut oleh gadis-gadis cantik dengan penuh keramahan, membawakan makanan yang siap saji santap.
Mereka diarak menuju istana Pagaruyung dengan sambutan terhormat, sehingga mereka merasa sangat dimuliakan. Saat bertemu dengan pembesar Kerajaan Pagaruyung ditanyailah ihwal mereka datang ke Pagaruyung. Dengan jujur mereka mengatakan bahwa niatnya tidak lain adalah diutus oleh Raja Majapahit untuk merebut Kerajaan Pagaruyung supaya bersedia takluk ke dalam wilayah Majapahit. Sang raja mengatakan kepada delegasi Majapahit, Pagaruyung siap menjadi bagian Majapahit asalkan Majapahit nanti menang dalam adu kerbau. Raja Pagaruyung tidak menawarkan peperang, sebab kondisi kekuatan yang tidak berimbang.
Dengan penuh pertimbangan, delegasi Majapahit menyanggupi tawaran dari Raja Pagaruyung untuk adu kerbau sebagai penentu nasib, apakah kerajaan Pagaruyung akan menjadi bagian wilayah Majapahit atau sebagai negara yang merdeka, memerintah wilayahnya sendiri tanpa ikatan dengan kerajaan manapun.
Baca juga… Biografi Syaikh Abd Rauf As-Singkel
Disiapkanlah segala sesuatu untuk menyambut adu kerbau yang akan diselenggarakan di lapangan Pagaruyung. Pihak Majapahit mencari kerbau yang terbaik yang nantinya diharapkan dapat memenangkan pertandingan saat beradu. Sedangkan untuk Pagaruyung, justru kerbau yang dipilihnya masih kecil (gudel, dalam bahasa Jawa-nya). Namun, dalam masalah ini, orang Pagaruyung mempunyai sebuah siasat yang jitu supaya kerbau kecilnya tidak kalah jika diadu dengan kerbau yang besar. Yaitu, dengan siasat, kerbau kecil tersebut diberi tanduk dari besi. Kondisinya memang dibuat sangat kehausan sebab dipisahkan dengan induknya supaya tidak menyusu, sehingga ketika ia melihat kerbau besar milik Majapahit, maka ia langsung mencari tetek untuk menyusu, sehingga yang terjadi tanduk kerbau kecil tersebut menusuk-nusuk anggota badan kerbau Majapahit yang berakibat, kerbau Majapahit menunai banyak luka, tersungkur hingga akhirnya mati.
Melihat kerbau kecil yang dipilih oleh pihak Pagaruyung saat hendak beradu, pasukan Majapahit bersorak-sorak dan mengejek kerbau kecil, sebab menurutnya mustahil jika akan mengalahkan kerbau milik Majapahit. Ternyata, ketika beradu, kenyataan yang terjadi sebaliknya. Kerbau kecil tersebut dapat mengalahkan kerbau Majapahit. Perutnya terluka, hingga tewas. Rakyat Pagaruyung yang menyaksikan pertandingan kerbau tersebut gembira-ria dan bersorak-sorak, “Manang Kabau! Manang Kabau!” Manang karbau mempunyai arti menang kerbau. Lama-kelamaan kata ini menjadi Minangkabau.
Sumber :
Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi : Cahaya Nusantara di Haramain karya Amirul Ulum
Hikayat Raja Pasai yang ditransliterasi dan disunting oleh Ahmat Adam.








