Oleh : Amirul Ulum
Mbah Kusnan merasa sangat bahagia sebab Kiai Bisri Mustofa berkenan hadir mengisi acara pengajian di kediamannya. Seperti biasanya, jika pengajian sudah selesai, maka akan dilanjutkan dengan acara dahar (makan) bersama kiai di kediaman shahibu al-bait, yang mempunyai hajat. Mbah Kusnan telah menyediakan aneka ragam daharan dan minuman untuk para tamunya.
Dengan lahap Kiai Bisri Mustofa menghabiskan nasi satu piring, lalu teh yang sudah disuguhkan di depannya. Mbah Kusnan kemudian menyodorkan setandan pisang di hadapan kiai pujaannya itu, padahal waktu itu sudah menunjukkan larut malam. Akan tetapi karena Kiai Bisri Mustofa tidak ingin mengecewakan shâhibu al-bait, maka ia pun berkenan memakan pisang tersebut. Sebenanya ia sudah kenyang, namun semata-mata ingin idkhâlu al-surûr, membahagiakan yang punya rumah, maka ia berkenan memakan pisang tersebut.
“Waahh!” serunya dengan suara riang, “Sampean kok tahu saja kesukaan saya.”
Alangkah bahagianya Mbah Husnan, Khidzmahnya telah diterima Kiai Bisri Mustofa.
Karena Mbah Kusnan menganggap bahwa Kiai Bisri Mustofa menyukai pisang yang disuguhkan tadi malam, maka keesokan harinya, ia mengirim setandan pisang lagi kepada Kiai Bisri Mustofa sebelum selesai mengaji waktu Dhuha. Hal itu berlangsung keesokan harinya lagi hingga sampai berminggu-minggu setandan pisang dikirimkan, sampai-sampai Kiai Bisri Mustofa blenger pisang.
“Kang Kusnan itu gimana?” Kiai Bisri Mustofa mengeluh, “Apa dikiranya aku ini menco?”
Yogyakarta, 5 Januari 2023
NB :
Referensi : The Terong Gosong, Ketawa Secara Serius karya Yahya C. Staquf