Oleh : Amirul Ulum
Mempelajari ilmu Gramatika Arab menjadi syarat mutlak untuk dapat memahami isi kandungan al-Qur’an dan al-Hadist, serta kitab-kitab ulama yang ditulis dengan memakai huruf Arab. Banyak sekali orang yang mengesampingkan ilmu ini. Mereka lebih mengandalkan kitab terjemahan, sehingga imbasnya, terjadilah kesalahpahaman dalam memberikan natijah, karena Bahasa Arab mempunyai banyak faidah dan makna, seperti halnya perubahan tashrifan, dari fi’il madhi-mudhari’-masdar hingga isim zaman-makan (keterangan waktu dan tempat), seperti tashrifan lafadz nashara yanshuru nashran sampai mansharun2 minsharun.
Tentang pentingnya ilmu Gramatika Arab ini, Sayyid Abu Bakar Syatha pernah mengutip pendapat ulama ahli Nahwu, Imam al-Kisâ’i (imam ilmu Gramatika Arab di Kufah) yang mengatakan, “Barang siapa yang menguasai ilmu Nahwu dengan baik, maka dia akan diberi petunjuk untuk bisa menguasai beberapa cabang keilmuan yang lainnya.”
Sayyid Abu Bakar Syatha merupakan salah satu murid andalan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, yang dikenal sebagai pakar ilmu Gramatika Arab, yang paling menonjol pada zamannya, meneruskan jaringan keilmuan dari Imam Sibawaih yang sanad keilmuannya berhujung kepadanya melalui gurunya, Syaikh Ustman ibn Hasan al-Dimyathi yang meriwayatkan dari Muhammad ibn Muhammad ibn Abdul Qadir al-Amir al-Kabir yang meriwayatkan dari Muhammad ibn Salim al-Hafni yang meriwayatkan dari Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Budiri yang meriwayatkan dari Abi al-Asrar Hasan al-Ujaimi yang meriwayatkan dari Syaihabuddin Ahmad ibn Muhammad al-Khafâji yang meriwayatkan dari Muhammad ibn Abdurrahman al-‘Alqama yang meriwayatkan dari al-Hafidz Jalaludin Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyuti yang meriwayatkan dari al-Allamah Taqiyuddin Ahmad ibn Kamaluddin Muhammad al-Syumunni yang meriwayatkan dari Syaikh Syamsudin al-Syanthnufi yang meriwayatkan dari dari al-Allamah Syamsudin Muhammad ibn Muhammad al-Ghimari yang meriwayatkan dari al-Imam Abi Hayyan Muhammad ibn Yusuf al-Jayyani yang meriwayatkan dari Abi Hasan Ali ibn Muhammad al-Abudiyyi yang meriwayatkan dari Abi Amr ibn Muhammad yang meriwayatkan dari al-Hafiz Abi Bakar Muhammad ibn Abdullah ibn Yahya al-Fihri yang meriwayatkan dari Abil Hasan Ali ibn Abdurrahman ibn al-Akhdhari yang meriwayatkan dari Abi al-Hajjaj ibn Yusuf ibn Sulaiman al-‘Alam yang meriwayatkan dari Abil Qasim Ibrahim ibn Muhammad al-Iflili yang meriwayatkan dari Muhammad ibn ‘Ashim al-‘Ashami yang meriwayatkan dari Abi Abdillah Muhammad ibn Yahya ibn Abdussalam al-Rayahi yang meriwayatkan dari Abi Ja’far Ahmad ibn Muhammad al-Nuhas yang meriwayatkan dari Abi Ishaq al-Zajjaji yang meriwayatkan dari Abil Abbas Muhammad ibn Yazid yang meriwayatkan dari Abi Amr Shaleh ibn Isha al-Jurmi yang meriwayatkan dari Abi Hasan Said ibn Masadah (Imam Akhfas) yang meriwayatkan dari al-Imam al-Kabir Abi Basyar ‘Amr ibn Ustman ibn Qunbur atau yang lebih masyhur dikenal dengan Sibawaih.
Dalam bidang Gramatika Arab, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mempunyai beberapa karya di antaranya adalah, Syarah Mukhtashar Jiddan (mengomentari kitab al-Jurumiyah) dan Dahlan al-Fiyyah.
Supaya kitab Mukhtashar Jiddan bertambah keberkahannya, Sayyid Abu Bakar Syatha menyuruh salah satu muridnya, Syaikh Muhammad Ma’shum ibn Salim al-Sepatoni al-Samarani untuk menhasiyahi kitab tersebut. Dengan penuh ketaatan al-Sepatoni menjalankan perintah gurunya tersebut. Ia mengarang kitab yang diberi judul Tasywîqu al-Khillân.
Selain Sayyid Abu Bakar Syatha, murid Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang menonjol dalam bidang Gramatika Arab-nya adalah, Sayyid Abid al-Maliki, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Umar al-Sarani (Sarang, Rembang), Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, dan Syaikhona Khalil Bangkalan.
Jejaring sanad keilmuan Gramatika Arab yang dibangun oleh ulama Nusantara sebagaimana yang disebutkan di atas, senantiasa dilanjutkan oleh generasi setelahnya, anak-cucu muridnya, seperti halnya Sayyid Ali ibn Husein al-Maliki yang dijuluki Imam Sibawaih pada zamannya. Gelar tersebut kemudian diwarisi salah satu muridnya yang berasal dari Padang, Syaikh Dur Dum al-Fadani.
Syaikh Dur Dum al-Fadani mempunyai murid yang alim yang dikenal sebagai mujaddid, yaitu Sayyid Muhammad al-Maliki. Al-Maliki ini merupakan ulama Hijaz yang memberikan sematan Sibawaih Jawa kepada Kiai Muhammadun Pondowan, sosok ulama yang berasal dari Pati, Jawa Tengah. Ia mengambil sanad keilmuan Gramatika Arab dari Kiai Amir Pekalongan yang meriwayatkan dari Syaikh Mahfudz al-Termasi yang meriwayatkan dari Sayyid Abu Bakar Syatha, murid Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.