/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Jaringan Ilmu Gramatika Arab Kiai Sarang

Oleh : Amirul Ulum

Islam tersebar di wilayah Sarang secara masif semenjak adanya Pesantren Sarang yang didirikan oleh Kiai Ghazali ibn Lanah. Sebelumnya sudah ada pesantren di Blitung yang diasuh Kiai Hasan Mursyidin. Ia dikenal sebagai pakar Gramatika Arab (nahwu-sharaf). Salah satu santrinya yang menonjol adalah Kiai Ghazali ibn Lanah (w. 1909 M). Kepakaran Kiai Ghazali ibn Lanah masalah ilmu Nahwu dan Sharaf ini teruji ketika ia nyantri di Pesantren Makam Agung, Tuban yang diasuh Kiai Makruf. Suatu ketika, sang kiai me-namrim (mengevaluasi) santrinya tentang kajian ilmu Nahwu, yaitu masalah idzâ. Tidak ada santri yang dapat menjawabnya kecuali Kiai Ghazali. Berkah kealimannya dalam bidang ilmu ini, akhirnya sang kiai menikahkan dirinya dengan Nyai Pinang binti Nyai Syamsiyah yang masih ada hubungan darah dengan Sayyid Sulaiman Mojoagung (w. 1780 M).[1]

Setelah menikah dengan Nyai Pinang, Kiai Ghozali berkidzmah menyebarkan Islam di wilayah Sarang, mendirikan Pesantren Sarang, di antara muridnya yang menjadi ulama besar adalah Kiai Umar ibn Harun (w. 1910 M) dan Kiai Syuaib ibn Abdurrozak (w. 1939 M). Keduanya ini yang nantinya melanjutkan kepengasuhan Pesantren Sarang di putaran yang kedua. Masa keduanya bak Majma’u al-Bahrain, bertemunya dua samudra keilmuan, ilmu syariat (Kiai Umar ibn Harun) dan ilmu hakikat (Kiai Syuaib ibn Abdurrozak).

Apa yang diperjuangan Kiai Umar ibn Harun itu meneruskan pendahulunya, Kiai Ghozali ibn Lanah. Ia dikenal menguasai berbagai cabang ilmu agama, termasuk Gramatika Arab. Ia mempunyai karya dalam disiplin ilmu tersebut, yaitu Ishlâhu al-Suni al-Warâ, sebuah nadzam ilmu Nahwu yang berjumlah 837 bait. Kitab ini diterbitkan oleh lajnah Baitut Ta’lif wan Nasyr (BTN) PP. MUS Sarang di bawah bimbingan dan pantauan Kiai Muhammad Sa’id.

Kealiman Kiai Umar ibn Harun dalam bidang Gramatika Arab ini diakui ulama sezamannya, salah satunya adalah Syaikhona Khalil Bangkalan (w. 1925 M). Suatu ketika, salah satu santri Kiai Umar ibn Harun yang bernama Ma’shum Ahmad  (Mbah Ma’shum Lasem) berpamitan ingin melanjutkan belajarnya di Pesantren Kademangan yang diasuh Syaikhona Khalil Bangkalan, yang makruf dengan kewaliannya. Setelah diberi izin, berangkahlah ia menuju Kademangan. Sebelum sampai ke Kademangan, Syaikhona Khalil sudah mengetahui gelagat tersebut. Lalu, ia mengatakan kepada para santrinya, “Besuk saya sudah tidak mengajar nahwu lagi, yang mengajar nanti santrinya Kiai Umar Harun dari Sarang.”[2]

Kepakaran Kiai Umar ibn Harun dalam bidang Gramatika Arab tidak dapat dipisahkan dari Kiai Ghozali ibn Lanah, yang kemudian dilanjutkan dengan dirasahnya di Haramain, belajar kepada Syaikh Ahmad Zaini Dahlan (w. 1886 M), yang juga dikenal sebagai pakar Gramatika Arab, salah satu karyanya adalah Mukhtashar Jiddan Syarah al-Jurûmiyah. Kitab ini diajarkan di penjuru pesantren di Nusantara, termasuk Pesantren Sarang, di tingkat dasar, Madrasah Ibtidaiyah.

Apa yang telah dibangun oleh Kiai Umar ibn Harun ini kemudian hari diteruskan para santrinya, salah satunya yang paling menonjol adalah Kiai Khalil ibn Harun al-Rembangi (Kiai Khalil Kasingan) yang tidak lain adalah adiknya sendiri. Kiai Khalil Kasingan ini dikenal sebagai Sibawaih Jawa, karena saking alimnya dalam bidang Gramatika Arab, di antara karyanya adalah Nadzam Qathru al-Nadâ fi al-Nahwi dan Syarah Qawâid al-Iqrâb. Dari didikan Kiai Khalil Kasingan ini kemudian lahirlah beberapa ulama yang ahli dalam Gramatika Arab, di antaranya adalah Kiai Bisri Mustofa (yang mempunyai karya dalam bidang ilmu Nahwu, di antaranya adalah al-Nabrâsiyah Syarah Jurûmiyah, Al-Ansyûthi Syarah Nadzam al-Syaraf al-Imrîthi, dan al-Fiyah al-Rembangiyah yang ditulis berdasarkan makna yang didapat dari Kiai Khalil Kasingan) dan Kiai Misbah Mustofa (yang yang mempunyai karya dalam bidang nahwu, di antaranya adalah Tarjamah Matan al-Jurûmiyah, Tarjamah Nadzam al-Imrîthi, dan al-Fiyah ibnu Malik Mawi Makno Gandul).

Beli Buku

Pesantren Sarang dari masa ke masa selalu melahirkan sosok ahli Nahwu yang berkesinambungan, baik mereka itu meninggalkan karya tulis maupun tidak (namun eksis dalam mengajarkan dan mengamalkannya), sebab kajian ilmu Nahwu ini sangat vital sekali, menjadi syarat utama untuk dapat memahami isi kandungan kutubus salaf, yang endingnya adalah untuk memahami al-Qur’an dan Sunnah Nabi, di antara karya Pesantren Sarang yang dijadikan kajian adalah Risâlah Aqlâm karya Ibn al-Qadamain (Kiai Dawam Afandi) dan Afkârul Mubtadi’în karya Kiai Sholahuddin Munsif. Sebelumnya, ada Kiai Abdurrohim Ahmad, yang menurut catatan Kiai Muhammad Sa’id di pengantar kitab Ishlâhu al-Suni al-Warâ mengatakan bahwa sang ayah pernah menulis nadzam tentang ilmu Nahwu.[3]

 

Referensi

Al-Sarani, Umar ibn Harun. Ishlâhu al-Suni al-Warâ. PP. MUS. Rembang. Tt.

Ulum, Amirul. Muassis Nahdlatul Ulama. Global Press. Yogyakarta. 2020.

______________. KH. Zubair Dahlan : Kontribusi Kiai Sarang untuk Nusantara & Dunia Islam. Global Press. Yogyakarta. 2018.

 

[1] Amirul Ulum, KH. Zubair Dahlan : Kontribusi Kiai Sarang untuk Nusantara & Dunia Islam, hal. 72-80.

Beli Buku

[2] Amirul Ulum, Muassis NU : Manaqib 26 Pendiri Nahdlatul Ulama, hal. 209-220.

[3] Umar ibn Harun al-Sarani, Ishlâhu al-Suni al-Warâ, hal. xi-xii.

Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *