/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Biografi Habib Abu Bakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur

Oleh: Ni’amul Qohar

Innalillahi wa innailaihi rajiun, kabar duka telah menyelimuti umat Islam, seorang ulama yang sangat ‘alim dalam penguasaannya terhadap ilmu agama, serta menjadi cendikiawan muslim dengan kecerdasan pemikirannya yang melampaui batas zaman. Beliau adalah Habib Abu Bakar al-Adni bin Ali al-Masyhur, yang wafat pada hari Rabu, 27 Juli 2022 di Yordania ketika menjalani proses pengobatan.

Masa Kecil Habib Abu Bakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur

Habib Abu Bakar al-Adni bin al-Masyhur lahir di Kota Ahwar, Provinsi Aden pada tahun 1366 M/ 1947 H. Ia lahir dan tumbuh besar di dalam lingkungan yang sangat mencintai ilmu dan dakwah Islam. Sejak kecil Habib Abu Bakar sudah mendapatkan didikan dari kedua orang tuanya mengenai keilmuan Islam. Hal ini yang membuatnya bisa menghafal serta memahami isi Al-Qur’an di dalam usia yang masih muda. Sang ayah, Habib Ali al-Masyhur seringkali memberikan tugas kepada Habib Abu Bakar kecil untuk menyusun materi khutbah jum’at, lalu dibacakan di depan ayahnya sebelum disampaikan ketika berkhutbah di masjid-masjid sekitar. Waktu itu usianya baru 14 tahun, sudah mulai berdakwah dari masjid ke masjid untuk mengisi khutbah jum’at.

Lewat didikan ayahnya, Habib Abu Bakar juga diajarkan tentang kedisiplinan terhadap waktu. Peran kedua orang tuanya sangat berpengaruh bagi berkembangnya keilmuan dan kepribadian Habib Abu Bakar. Sehingga menjadi bekal kuat dalam mengantarkannya menuju keberhasilan, menjadi ulama yang ‘alim allamah, dan sekaligus menjadi cendikawan muslim atau mujtahid pada abad ini.

Rihlah Keilmuan Habib Abu Bakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur

Selain belajar kepada orang tuanya, Habib Abu Bakar juga belajar kepada ulama yang ada di sekitar kawasan Hadramaut, seperti Ahwar, Aden dan lain sebagainya. Memasuki usia remaja, ia melanjutkan pendidikan formalnya di Universitas Aden, mengambil jurusan Bahasa Arab sampai lulus. Di dalam kitab karangannya yang berjudul al-Khuruj Min Dairatul Hamra, ia menuliskan kisahnya ketika masih remaja bersama keluarganya, yang seringkali mendapatkan tekanan dari pemerintah. Situasi seperti ini menyebabkan keluarganya memutuskan untuk berhijrah dari Yaman ke Arab Saudi atau Hijaz.

Beli Buku

Ketika sudah bertempat tinggal di Hijaz, Habib Abu Bakar diperintahkan oleh ayahnya untuk menjadi imam shalat, mengisi pengajian dan menjadi khatib di salah satu masjid yang berada di Jedah. Kehausan akan ilmu pengetahuan selalu ia rasakan, terbesit dalam hatinya dan pikirannya untuk melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar. Namun ketika tujuannya ini diutarakan kepada kedua orang tuanya, sang ayah tidak menyetujui. Ia justru disuruh untuk belajar kepada Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf.

Melalui gurunya inilah, ia merasakan terbukanya suatu keilmuan. Ia merasakan irtibath (hubungan) kuat dengan sang guru yang murabbi. Banyak cucuran ilmu lahir maupun batin ia dapatkan dari sang guru. Sehingga keinginannya untuk belajar di Universitas Al-Azhar semakin sirna, sebab sudah bertemu dengan guru yang sangat tepat baginya. Ia pernah mengatakan perihal gurunya ini, bahwa Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf merupakan seorang ulama yang memiliki keluasan masyhad, ilmu yang memadai, kejernihan akal, dan kesungguhan orientasi serta akhlak nubuwah yang sempurna. Sangatlah tepat jika Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf dijadikan suri tauladan di akhir zaman. Berkat kesungguhannya dalam belajar dengan gurunya ini, menjadikan Habib Abu Bakar sebagai tokoh ternama di Jazirah Arab.

Perjuangan Habib Abu Bakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur di Hadramaut

Kondisi Yaman yang kian membaik yaitu bersih dari pemerintahan komunis, sehingga muncullah persatuan rakyat Yaman. Habib Abu Bakar pun kembali ke tanah kelahirannya Hadramaut. Ia menetap di daerah yang bernama Husaisah, kota mati yang menajdi tempat disemayamkannya kakek moyang para habaib di Hadramaut, ialah Imam Ahmad al-Muhajir bin Isa an-Naqib.

Perannya untuk tanah kelahirannya mulai nampak, ia menjadi ulama pertama yang mepropagandakan persatuan pemikiran dan jiwa para masyarakat Yaman. Dalam bidang pendidikan, ia membuka puluhan pondok pesantren di seluruh pelosok negeri Yaman. Salah satunya Pondok Pesantren Al-Muhajir yang beliau dirikan, pondok pesantren ini berkembang pesat menjadi Universitas Al-Wasathiyah pada tahun 2010. Perjuangannya ini dilakukan demi memenuhi perintah Nabi Muhammad SAW yang disampaikan kepadanya melalui mimpi.

Habib Abu Bakar berhasil menggabungkan metode pendidikan modern dan tradisional. Metode tradisional yang ia terapkan seperti halnya yang dilakukan oleh para ulama Hadramaut pada zaman dahulu, yaitu metode talaqqi dan rubat, yaitu santri dibebaskan menghadiri halaqah-halaqah di sekitar kota Tarim. Lalu ada metode modern, seperti sistem kuliah atau berjenjang. Santri harus melalui tahap demi tahap agar pendidikan bisa selesai atau lulus.

Dakwah Melalui Pena

Habib Abu Bakar juga termasuk ulama yang mengambil peran berdakwah melalui literasi atau pena. Buah gagasan atau pemikirannya telah dicantumkan ke dalam sebuah karya yang sangatlah banyak. Baik yang berkonsentrasi dalam bidang fiqih, sejarah, jurnalistik, aqidah, sastra, metode dakwah, dan lain sebagainya. Pemikirannya dinilai baru yang berbeda dengan para ulama terdahulu. Salah satu maha karyanya yang sangat mashur yaitu Fiqih Tahawwulat.

Beli Buku

Kita tidaklah asing lagi tentang ilmu Fiqih Tahawwulat Habib Abu Bakar, yaitu keyakinan bahwa mengetahui tanda-tanda hari kiamat termasuk bagian dari rukun agama. Para ulama terdahulu berpendapat jika rukun agama itu ada tiga, (Islam, Iman, dan Ikhsan), sebagaimana yang termuat di dalam hadist Jibril. Lalu Habib Abu Bakar berijtihad berdasarkan lanjutan hadist jibril tersebut ada point ke-empat yang ditanyakan oleh Malaikat Jibril, selain Islam, Iman dan Ikhsan, yaitu tentang tanda-tanda hari kiamat. Meskipun begitu, ijtihad Habib Abu Bakar bukan suatu ajaran baru yang keluar dari agama Islam. Rukun agama pertama sampai ketiga itu sifatnya tetap, sedangkan yang ke-empat ini bersifat kondisional bisa berubah-ubah tergantung kondisi dan situasi. Jadi bukan suata ajaran baru di dalam agama Islam, melainkan penggalian atas hadist Nabi Muhammad SAW tentang mengetahui tanda-tanda hari kiamat. Fiqih Tahawwulat lahir setelah melalui sebuah kajian menelaah tafsir Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan Atsar para sahabat. Hal ini menjadi bukti tentang kebenaran hadist Nabi Muhammad SAW perihal munculnya tanda-tanda hari kiamat di akhir zaman.

Pulang Kerahmatullah

Kini, ulama yang menjadi teladan kita para santri sudah pergi terlebih dahulu untuk  menghadap Allah SWT . Bagi kita ini adalah sebuah kesedihan, runtuhnya ilmu di muka bumi, dan hilangnya sanad keilmuan para ulanm. Namun bagi Habib Abu Bakar sendiri hal ini merupakan sebuah kebahagian yang tidak bisa tertandingi dengan apapun itu, yaitu bisa bertemu dengan Allah SWT, sebagaimana syair Imam al-Hadad:

“Kematian bagi para kekasih Allah adalah sebuah anugrah, dengan itu mereka mendapatkan semua yang mereka impikan, mereka merayakan pertemuan mereka dengan Allah yang sudah sekian lama mereka rindukan, mereka juga mendapatkan nikmat-nikmat abadi dan tak mengenal lagi kegundahan.”

 

 

Sumber Rujukan

Ismail Amin Kholil, “Catatan dari Tarim”, 2020, Najhati Pena, Tegalrejo Magelang

Beli Buku

pena_tarim, “Sekilas Tentang Profil Habib Abu Bakar al-Adni bin Ali al-Masyhur “, (instagram)

Admin Galeri Islam, “Mengenal Lebih Dekat Habib Abu Bakar al-Adni bin Ali al-Masyhur Yaman”, Galeri Kitab Kuning Portal Info Islam

Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *