/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Jaringan al-Malibari Di Nusantara

Oleh: Amirul Ulum

Nama Syaikh Zainudin ibn Ali al-Malibari (Zainudin Awwal) dan Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari (Zainudin Stani) tidaklah asing bagi umat Islam di Nusantara. Hal ini disebabkan karena kitab-kitab karya keduanya dikaji di berbagai Pesantren Salaf di Nusantara, bukan hanya itu, namun juga diapresiasi dengan mensyarahi kitab-kitab tersebut (supaya keterangan yang ada menjadi lebih mudah dipahami dan luas penjabarannya), seperti halnya kitab Hidâyatul Adzkiyâ’ ilâ Tharîqati al-Auliyâ (tentang ilmu tasawuf) karya Syaikh Zainudin ibn Ali al-Malibari yang disyarahi oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dengan judul Salâlim al-Fudhalâ, Kiai Sholeh Darat al-Samarani dengan judul kitab Minhâju al-Athqiyâ, dan Sayyid Abu Bakar Syatha dengan judul Kifâyatu al-Athqiyâ’ Waminhâju al-Ashfiya’. Selain kitab Hidâyatul Adzkiyâ’ ilâ Tharîqati al-Auliyâ, al-Malibari juga mempunyai karya lain, di antaranya adalah Mandzûmah Syu’bul Iman yang disyarahi al-Bantani dengan judul Qamî’u al-Thugyân.

Untuk kitab-kitab karya Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari yang banyak dikaji di Nusantara adalah Qurratu al-‘Aini dan Fatha al-Mu’in. Kedua kitab ini merupakan matan dan syarahnya yang mendapatkan antusias dari kibar (pembesar) ulama Haramain di antaranya adalah Syaikh Nawawi al-Bantani yang menyarahi kitab Qurratu al-‘Aini dengan judul Nihâyatu al-Zain, dan Sayyid Abu Bakar Syatha yang mensyarahi kitab Fatha al-Mu’in dengan judul I’ânatu al-Thâlibîn. Kedua kitab ini dijadikan rujukan oleh kebanyakan umat Islam di Nusantara yang hendak mengkaji kitab al-Malibari tersebut.

Mengapa kitab karya Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari sangat diminati oleh umat Islam di Nusantara? Menjawab pertanyaan ini, Syaikh Maimoen Zubair pernah memberikan sebuah keterangan bahwa antara Malabar (India Selatan) dengan Indonesia secara umumnya mempunyai kemiripan, baik budaya maupun madzhabnya. Islam yang datang dari Arab menuju Malabar dan Indonesia mampu berakulturasi dengan budaya lokal, sehingga mudah diterima oleh banyak kalangan. Bangunan masjid yang ada di Malabar merupakan perpaduan Hindu dengan Islam, begitu juga dengan bangunan masjid yang ada di Indonesia di awal mula datangnya Islam, terlebih pulau Jawa, seperti halnya menara masjid Sunan Kudus, yang bangunannya mirip dengan pura, tempat ibadah orang Hindu.

Mayoritas umat Islam di dunia pada waktu itu mengikuti madzhab Hanafi, sebab kebanyakan negara Islam berada di bawah Kesultanan Turkey Ottoman yang madzhab resminya adalah Hanafi. Hal ini berbeda dengan Malabar yang kebanyakan mengikuti madzhab Syafi’I meskipun pengaruh madzhab Hanafi di India sangatlah kuat. Persamaan dalam satu madzhab ini yang membuat karya Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari, terutama dalam bidang fiqihnya diamini oleh kebanyakan ulama Nusantara.

Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari merupakan murid andalan dari Syaikh ibnu Hajar al-Haitami, yang merupakan ulama terkemuka di Haramain pada masanya. Menurut Syaikh Maimoen Zubair bahwa semenjak kedatangan al-Haitami sebagai salah satu pengajar di Masjidil Haram, maka kajian halaqah di serambi Masjidil Haram (khususnya dalam bidang fiqih Syafi’iyyah) semakin ramai, tidak seperti sebelumnya. Apa yang telah dibangun oleh al-Haitami ini kemudian diteruskan oleh generasi setelahnya hingga sampai kepada Syaikh Ahmad Zaini Dahlan. Kajian fiqih Syafi’i di Haramain, semakin ramai lagi. Haqalahnya dikitari banyak thalabah dari berbagai penjuru dunia, termasuk Nusantara, di antara muridnya adalah Syaikh Nawawi al-Bantani, Sayyid Abu Bakar Syatha, Syaikh Mahfudz al-Termasi, Syaikh Umar al-Sarani, dan Syaikhona Khalil Bangkalan.

Karena  pentingnya kitab Fatha al-Mu’in, maka ia mendapatkan antusias dari ulama Haramain untuk diajarkan di serambi Masjidil Haram. Salah satu ulama yang pernah mengajar kitab tersebut adalah Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Saat al-Minangkabawi diangkat menjadi imam dan pengajar di Masjidil Haram serta mufti di Hijaz, ia pernah menunjuk salah satu muridnya, yaitu Syaikh Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) untuk mengajar kitab Fatha al-Mu’in dengan syarahnya, I’ânatu al-Thâlibîn karya Sayyid Abu Bakar Syatha. Sayyid Abu Bakar Syatha ini merupakan guru umdah (guru utama) al-Minangkabawi dan kebanyakan ulama Nusantara, terlebih yang berkiprah di Haramain seperti halnya Syaikh Mahfudz al-Termasi, Syaikh Ali al-Banjari, dan Syaikh Ma’shum al-Samarani.

Beli Buku

Kitab Fatha al-Mu’in yang diajarkan di Masjidil Haram dan beberapa pesantren yang tersebar di Nusantara mempunyai mata rantai yang berkesinambungan dari sumbernya (pengarangnya) hingga sampai anak muridnya, terlebih jalurnya sampai kepada Syaikh Yasin al-Fadani (sang musnid dunya) yang meriwayatkan Fatha al-Mu’in dan semua karya Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari. Secara runut sanad al-Fadani dalam kitab al-Wâfi Bidzaili Tadzkâri al-Mashafi adalah sebagai berikut :

ارويها عن التقى الصوفى جبير بن هرون البلخى الحبشتى عن أبيه هرون بن إبراهيم البلخى عن جده إبراهيم بن جلال الدين بن حسن بن خواجة محمد أكرم شاه بن كريم الدين بن فريد الحق بن خواجه جمال شاه يوسف البلخى عن أبيه عن المؤلف الشيخ العلامة زين الدين بن عبد العزيز المليبارى الفشانى الشافعى

“Saya meriwayatkan kitab Fatha al-Mu’in dan semua karya Syaikh Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari dari al-Taqi al-Sufi Jubair ibn Harun al-Balkhi al-Jabasyti yang meriwayatkan dari ayahnya, Harun ibn Ibrahim al-Balkhi yang meriwayatkan dari kakeknya Ibrahim ibn Jalaludin ibn Hasan ibn Khawajah Muhammad Akram Syah ibn Karimuddin ibn Farid al-Haq ibn Khawajah Jamal Syah Yusuf al-Balkhi yang meriwayatkan dari ayahnya, yang meriwayatkan dari pengarang kitab Fatha al-Mu’in, Syaikh al-Allamah Zainudin ibn Abdul Aziz al-Malibari al-Fusyani al-Syafi’i.”

Kitab Fatha al-Mu’in ini menjadi ramai dikaji banyak ulama dari belahan dunia Islam, khususnya Nusantara tidak dapat dipisahkan dari pensyarahnya, yaitu Sayyid Abu Bakar Syatha dan Syaikh Nawawi al-Bantani. Hampir semua orang yang hendak mengkaji dan mempelajari isi kandungan kitab tersebut harus membaca kitab I’ânatu al-Thâlibîn dan Nihâyatu al-Zain.

Kitab Fatha al-Mu’in penyajian materinya terbilang masih sulit. Oleh sebab itu, seorang thalib (santri) sebelum menyelami kitab ini diharuskan sudah pernah mengkaji kitab dasar fiqih, salah satunya adalah Matan Taqrîb karya Syaikh Ahmad bin Husain bin Ahmad al-Asfihâni, kemudian syarahnya, kitab Fathul Qarîb al-Mujîb fî Syarh Alfâdz at-Taqrîb karya Syaikh ibn al-Qasim al-Ghazi. Setelah materi kedua kitab ini dkuasai dengan baik, apabila thalib yang hendak menaikkan ke tingkat kitab Fatha al-Mu’in, maka ia tidak akan menemukan banyak hambatan dalam mengkaji isi kandungan kitab tersebut.

Rata-rata Pesantren Salaf di Nusantara menjadikan kitab Fatha al-Mu’in sebagai materi untuk santri-santri yang sudah muntahi (kelas tinggi/ santri senior), salah satunya adalah Pesantren Al-Anwar asuhan Syaikh Maimoen Zubair. Kitab ini dijadikan bahan kajian fiqih santri senior setiap malam kecuali malam Selasa dan malam Jum’at. Setiap kata/ kalimat dikupas dengan detail, apa maksud dan makna yang terkandung di dalamnya. Susunan kalimatnya juga dibahas dengan pendekatan ilmu Gramatika Arab (nahwu, sharaf, balaghah, dan ilmu manthiq). Setelah itu, ada sebagian anggota yang memberikan pertanyaan seputas fiqih yang berkembang di tengah masyarakat, yang kemudian akan dijawab dengan tendensi kitab salaf terlebih kitab Fatha al-Mu’in dan syarah-syarahnya.

Meskipun kitab Fatha al-Mu’in dikarang sejak pertengahan abad 16 Masehi, namun isi kandungan mampu menjawab masalah yang berkembang hingga sampai zaman sekarang. Ia menjadi kajian wajib bagi siapa saja yang hendak menyelami ajaran fiqih madzhab Syafi’i dengan baik. []

 

Yogyakarta, 22 Oktober 2021

Beli Buku

 

Catatan : Tulisan ini pernah diterjemah ke dalam bahasa inggris dan terbit di salah satu situs di Singapura.

Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *