/>
Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!
Beli Buku

Syaikh Daud al-Fathani

Syaikh Daud al-Fathani

Syaikh Daud al-Fathani. Namanya tidaklah asing bagi sejarawan Muslim Melayu. Ia sangat disegani di Malaysia, Patani (Thailand), dan Kampung al-Jawi sebab kiprahnya dalam sumbangsih keilmuan di Haramain. Trlebih perhatiannya dengan orang-orang Melayu saat menapakkan kakinya di tanah suci untuk menunaikan ibadah haji dan ta’allum (belajar).

Jamak orang mengenal nama besarnya hingga sekarang sebab kiprah intelektualnya dalam bidang karang-mengarang. Karyanya yang berjudul Munyat al-Mursalli, meskipun dicetak tahun 1892, sampai sekarang kitab tersebut mengalami cetak ulang berkali-kali. Hal ini tidak lain sebab indahnya materi yang ada dalam kitab tersebut dan minat kaum Muslim Melayu menjadikannya sebagai bahan kajian.

Garis Keturunan

Syaikh Daud al-Fathani lahir di  Kampung Parik Marhum, yang berdekatan dengan Kampung Kerisik, sekitar 7 kilometer di sebelah selatan dari Bandar Patani. Tentang kepastian tarikh kelahirannya, sejarawan berbeda pendapat. Ada yang mengatakan 1769 sebagaimana pendapat  Ismail Che Daud, dan ada yang mengatakan ia semasa dengan Syaikh Arsyad al-Banjari, salah seorang ulama Nusantara_Indonesia dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang hidup pada 1710-1812. Namun, pendapat yang kedua ini mengandung sebuah kelemahan sebab umur Syaikh Daud al-Fathani akan mencapai 200 tahun jika disamakan dengan Syaikh Arsyad al-Banjari.

Syaikh Daud al-Fathani masih trah salah seorang ulama Nusantara_Sulawesi yang hijrah ke Patani untuk menyebarkan agama Islam di sana, yaitu Faqih Ali. Tepatnya, runtutan nasabnya adalah Syaikh Daud ibn Abdullah ibn Idris (Tok Wan Derasit atau Senik) ibn Tok Wan Faqih Ali.

Ia terlahir dari 5 bersaudara, yaitu Syaikh Abdur Qadir, Syaikh Idris, Syaikh Abdurrasyid, dan Syaikhah Siti Khadijah. Untuk kedua saudaranya yang terakhir ini, yaitu Syaikh Abdurrasyid dan Syaikhah Siti Khadijah hijrah ke Aceh, Sumatera Utara hingga akhir hayatnya. Keduanya mempunyai keturunan di sana yang meneruskan misinya dalam menyebarkan agama Islam.

Baca juga :

al-Jawi al-Makki : Kiprah Ulama Nusantara di Haramain

Beli Buku

Rihlah Ilmiah

Semenjak kecil Syaikh Daud al-Fathani mendapatkan bimbingan ilmu agama dari ayahnya dan kerabatnya semisal Syaikh Shafiuddin yang masyhur dengan kealimannya dalam menguasai berbagai cabang ilmu agama. Selama lima tahun ia menekuni berbagai cabang ilmu agama di Patani seperti ilmu ushuluddin, fiqih, Hadist, dan tafsir. Setelah itu, ia merantau ke negeri sebrang, tepatnya di Aceh, Sumatera Utara yang masyhur sebagai pusat keilmuan Islam di Indonesia. Ulama yang mengajar di sini tidak hanya dari lokal melainkan banyak yang datang dari Timur Tengah. Salah satu ulama lokal yang masyhur dengan kealimannya, yang menguasai ilmu lahir dan batin adalah Syaikh Abdur Rauf al-Sinkeli.

Sekitar 2 tahun, Syaikh Daud al-Fathani meneguk ilmu ulama-ulama Aceh. Merasa keilmuannya sudah mumpuni, maka sang guru memerintahkan kepadanya untuk melanjutkan dirasahnya ke Haramain. Hal ini tidak lain agar keilmuannya semakin berbobot dan mematri dalam sanubari. Menurut sebuah sumber, ia belajar selama 30 tahun di Makkah dan 5 tahun di Madinah. Di antara gurunya selama istifadah di Haramain adalah Syaikh Muhammad Nafis ibn Idris ibn Husein al-Banjari, Syaikh Abdus Shomad al-Palimbani, Syaikh Abdurrahman ibn Abdul Mubin al-Fathani, dan lain-lain.

Menurut Ismail Che Daud, Syaikh Daud al-Fathani memang hidup semasa dengan Syaikh Arsyad al-Banjari dan Syaikh Abdus Shomad al-Banjari. Namun, keduanya adalah seniornya. Ia sezaman dengan Syaikh Abdurrahman al-Mishri (datuk Syaikh Ustman al-Betawi yang wafat tahun 1847), Syaikh Abdullah ibn Ismail (w. 1810), Syaikh Muhammad ibn Abdullah Baed (w. 1820), dan Syaikh Muhammad ibn Khatib Langien Aceh (1821). Juga, sezaman dengan Syaikh Muhammad Ali ibn Abdurrasyid al-Sumbawi (1828),  Syaikh Ahmad ibn Idris al-Maghribi (1837), Syaikh Jamaludin ibn Abdullah Aceh (1846). Dan, sezaman Syaikh Wan Mustofa ibn Muhammad al-Fathani, Haji Muhammad Zainudin Abdurrahim al-Fathani, Haji Muhammad Shaleh al-Fathani, Haji Zainal Abidin ibn Tuan Labar al-Minangkabawi, dan Haji Wan Zainal Abidin ibn Haji Wan Senik.

Ilmu Lahir dan Batin

Berkat tirakatnya secara lahir dan batin selama menjalani dirasah keilmuan, Syaikh Daud al-Fathani berhasil menguasai berbagai cabang keilmuan. Penguasa Haramain memintanya untuk ikut berkiprah dalam transfer ilmu di Haramain. Ia mengajar di Masjidil Haram. Di antara ulama yang pernah belajar kepadanya adalah Syaikh Abdul Qadir ibn Abdurrahman al-Fathani, Syaikh Wan Muhammad Zein ibn Musthafa al-Fathani, Syaikh Abdul Malik ibn Isa Terengganu, dan Syaikh Hasan ibn Ishaq Terengganu.

Berjuang di Patani

Syaikh Daud al-Fathani sangat akrab dengan ulama Nusantara Asia Tenggara. Keakrabannya tidak hanya dalam bidang ukhuwah Islamiyyah, namun sampai ke bela negara. Seperti halnya ketika daulah Islamiyah di Patani dijajah kedaulatannya pada 1785 M, maka ulama-ulama setempat memfatwakan kewajiban jihad kepada Muslim setempat. Perang sabil terjadi secara besar-besaran sekitar tahun 1789 M. Melihat penderitaan yang terjadi pada Muslim Patani, Syaikh Abdus Shomad al-Palimbani ikut serta dalam mengorbarkan perang jihad di Patani meskipun usianya sangat lanjut (115), ia syahid di medan peperangan dan dimakamkan di sana, berbeda dengan Syaikh Daud al-Fathani yang kembali lagi ke Haramain. Menurut sebuah sumber, sebagaimana hasil penelitian Ustadz Abdullah Nakula, bahwa Syaikh Daud al-Fathani ikut serta dalam perang sabil di Patani bersama dengan Syaikh Abdus Shomad al-Palimbani. Keduanya sama-sama meninggalkan Makkah.

Baca juga :

Tok Pulau Manis (1660-1736 M)

Tok Pulai Chondong (1792-1873)

Beli Buku

Karya Tulis

Kiprah Syaikh Daud al-Fathani di Haramain, tidak hanya sumbangsih dalam bentuk memberikan pengajaran. Ia juga sangat memperhatikan masalah tulis menulis. Ia telah menghasilkan banyak karya tulis, baik yang memakai bahasa Arab maupun Jawi. Di antara karyanya adalah Kifâyat al-Muhtâj, Idhâh al-Bab, al-Shaid wa al-Dhabâih, Irsyâd al-Athfâl al-Mubtadi’în fi Aqâiddîn, kitab Sifat Dua Puluh, Hikayat Laki-Laki yang Shaleh Dari Bani Israil, dan Risalah al-Sail.

Juga, ada Basyâir al-Ikhwân, Jihâyat al-Taktûb, al-Qurbât ila Allah, Ghâyat al-Taqrîb, Nahj al-Râghibîn, Bulûgh al-Maram, al-Dur al-Tamîn, Jam al-Fawâid, Qaidah al-Jawâhir, dan lain-lain yang jumlahnya mencapai sekitar 42 karangan.

Selain masyhur sebagai ulama yang alim, baik dalam menyampaikan sebuah risalah keilmuan di majlis atau melalui sebuah tulisan, Syaikh Daud al-Fathani juga masyhur mempunyai sebuah karomah dari Allah. Di antaranya adalah ketika naskah karangannya terjatuh di air ternyata tidak basah. Ia dapat menolong orang yang sedang tenggelam padahal kondisinya sedang dalam mengajar murid-muridnya. Ia juga dapat mengambil buah durian dari tanah Melayu dengan waktu yang sekejap.

Menjadi Syaikh Haji

Ulama Haramain menaruh hormat kepadanya, baik dari kalangan ulama Makkah atau Melayu. Ia mendapatkan amanah menjadi Syaikh Haji. Menurut catatan Ismail Che Daud mengungkapkan bahwa Syaikh Daud al-Fathani merupakan Syaikh Haji pertama kali dari Melayu yang mengelola masalah jamaah haji dari Melayu. Untuk memudahkan tugasnya ini, ia membeli rumah di Madinah sekitar tahun 1825 M. Syaikh Wan Musa banyak membantu dakwahnya. Keduanya ini yang masih ada hubungan kerabat dengannya.

Karena Syaikh Daud al-Fathani tidak mempunyai keturunan dalam bahtera rumah tangganya, yang menggatikannya menjadi Syaikh Haji adalah Syaikh Wan Musa. Ketika Syaikh Wan Musa kembali ke Patani, kemudian hijrah ke Kelantan, maka jabatan Syaikh Haji menjadi amanah bagi Syaikh Idris yang tidak lain adalah adik kandung dari Syaikh Daud al-Fathani.

Syaikh Daud al-Fathani wafat di Haramain, tepatnya di Thaif pada hari Kamis 22 Rajab 1262 H dengan usia 79 tahun. Maqbarahnya berada di dekat maqbarah Sayyidina Abdullah ibn Abbas, sepupu baginda Nabi Muhammad SAW. Ia tidak mempunyai keturunan. Oleh Kasrena itu, seluruh harta pusakanya menjadi warisan bagi kedua adiknya. Kedua adiknya ini bertempat tinggal di Haramain, yaitu Syaikh Idris al-Fathani dan Syaikh Abdul Qadir al-Fathani.

Oleh : Amirul Ulum

Beli Buku
Share:
Beli Buku
Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *